Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...
Masyithah pelayan putri Fir’aun. Ia ibu
yang melahirkan putra-putra berlian. Wanita yang berani mempersembahkan
jiwa-raga untuk agama Allah swt. Ia seorang bunda yang memiliki sifat
kasih sayang dan kelembutan.
Mencintai anak-anaknya dengan cinta fitrah ibu yang tulus. Masyithoh berjuang, bekerja, dan rela letih untuk membahagiakan mereka di dunia dan di akhirat.
Bayangkan, anaknya yang terkecil direnggut dari belaian tangannya. Si
sulung diambil paksa. Keduanya dilemparkan ke tengah tungku panas timah
membara. Masyithah menyaksikan itu semua dengan mata kepalanya sendiri.
Kalbu ibu mana yang tidak bergetar.
Hati ibu mana yang tidak
hancur bersama luruhnya jasad buah hatinya. Jiwa ibu mana yang tidak
tersembelih dan membekaskan rasa sakit dengan luka menganga? Masyithah
melihat sendiri si sulung dan si bungsu menjerit kesakitan terpanggang
di tungku timah panas membara.
Itulah peristiwa dahsyat yang
dihadapi Masyithah, sosok yang menakjubkan dalam cinta kepada Allah swt.
Ia seorang ibu mukminah yang sangat sabar dan memiliki anak-anak yang
shalih lagi baik hati.
Cinta yang bersemayam dalam hati mereka
adalah gejolak iman yang mampu melahirkan sebuah pengorbanan yang
sempurna. Kehidupan dunia tidak mampu mengalihkan mereka dari cita-cita
meraih keridhaan Sang Pencipta. Inilah hakikat yang sebenar-benarnya:
Iman yang baik akan mampu mengalahkan tarikan dunia dengan segala
isinya.
Tuhanku Allah ...
Tidak diragukan lagi, siapa
yang pernah merasakan pahitnya kezhaliman meskipun sesaat, mencicipi
sakitnya siksaan meskipun sebentar, pasti akan tahu mengapa Rasulullah
saw bersabda, ”Kezhaliman akan membawa kegelapan di hari kiamat.”
(Bukhari)
Masyithah telah merasakan beragam kezhaliman dan
penyiksaan. Semua ketidaknyamanan itu dihadapinya dengan tegar sampai
akhirnya ia bertemu dengan Tuhannya dengan ridha dan diridhai.
Masyithah mengajarkan kepada kita tentang sempurna dalam berkorban dan
total dalam berderma. Ia telah sukses mendidik anak-anaknya untuk
mempersembahkan nyawa mereka untuk Allah swt.
Rasulullah saw.
bercerita kepada kita, “Ketika menjalani Isra’ dan Mi’raj, aku mencium
bau yang sangat harum.” “Wahai Jibril, bau harum apa ini?” tanya
Rasulullah. Jibril menjawab, “Ini bau harum Masyithah –pelayan putri
Fir’aun– dan anak-anaknya.” Saya bertanya, “Apa kelebihan Masyithah?”
Jibril menjawab, ”Suatu hari Masyithah menyisir rambut putri Fir’aun.
Sisirnya jatuh dari tangannya. Ia berkata, ‘Bismillah.’ Putri Fir’aun
kaget dan berkata kepadanya, ‘Dengan menyebut nama ayahku.’ Ia menolak.
‘Tidak. Akan tetapi Tuhan saya dan Tuhan ayah kamu adalah Allah.’ Ia
menyuruh putri itu untuk menceritakan peristiwa tersebut kepada ayahnya.
Putri itu pun menceritakan kepada Fir’aun. Maka Fir’aun memanggil
Masyithah. Fir’aun bertanya, “Wahai Fulanah, apakah engkau punya Tuhan
selain aku?” Ia menjawab, “Ya, Tuhan saya dan Tuhan kamu adalah Allah.”
Fir’aun marah besar. Ia memerintahkan dibuatkan tungku besar yang diisi
timah panas; agar Masyithah dan anak-anaknya dilemparkan ke dalamnya.
Masyithah tidak menyerah. Begitu juga anak-anaknya. Masyithoh meminta
satu hal kepada Fir’aun, “Saya minta tulangku dan tulang anak-anakku
dibungkus menyatu dengan kain kafan.” Fir’aun menuruti permintaannya.
Bismillah ...
Sungguh, Masyithah wanita terhormat lagi mulia. Ia hidup di istana
raja. Ia dekat kekuasaan karena tugasnya merawat anak Fir’aun. Akan
tetapi keimanan kepada Allah swt. telah membuncah di kalbunya. Kadang ia
menyembunyikan keimanannya seperti yang dilakukan istri atau keluarga
Fir’aun yang muslim lainnya.
Bedanya ketika iman telah memenuhi
kalbu, maka lisan akan mengucapkan apa yang terpendam dalam kalbu tanpa
beban, tanpa paksaan, dan tanpa rasa takut. Inilah yang dilakukan
Masyithah. Ia mengatakan dengan dilandasi fitrah yang suci, ”Bismillah”,
tanpa memikirkan resiko yang akan dialaminya.
Ia telah
mengungkapkan isi kalbunya yang telah disimpannya berhari-hari bahkan
bertahun-tahun. Ia memproklamasikannya dengan bangga dan gembira.
Bahkan, ketika putri Fir’aun memintanya untuk mengakui ketuhanan
ayahnya, ia menolak tegas dengan mengatakan, ”Tuhan saya dan Tuhan ayah
kamu adalah Allah.”
Ia tidak takut siksaan. Ia tidak gentar
dengan kekuatan Fir’aun yang terkenal bengis dan tidak
berperikemanusiaan. Apa pun yang terjadi, ia hadapi dengan tegar.
Ujian Kalbu ...
Sungguh ujian berat menimpa wanita mulia ini beserta anak-anaknya.
Fir’aun menghukum karena mereka beriman kepada Allah swt. dan rela
dengan agama yang mereka anut. Tanpa belas kasih Fir’aun melempar
anak-anak Masyithah satu demi satu ke tungku besar berisikan timah panas
yang mendidih.
Fir’aun melakukanya untuk menakut-nakuti
Masyithah. Fir’aun berharap naluri keibuan Masyithah iba akan nasib
anak-anaknya dan itu membuatnya lemah lalu mau kembali mengakui Fir’aun
sebagai Tuhan. Akan tetapi Allah swt. memperlihatkan kepada Fir’aun
bahwa yang menggenggam kalbu Masyithah adalah diri-Nya.
Apakah
Fir’aun mampu menguasai kalbu seseorang yang telah beriman? Mungkin ia
bisa membunuh jasadnya, tapi mampukah membunuh ruhnya? Itu mustahil
dilakukan Fir’aun.
Apa yang dihadapi Masyithah adalah ujian
yang berat bagi kalbu orang yang beriman. Namun, dorongan keimanan yang
kuat membuatnya bertahan dan keluar menjadi pemenang. Masyithah dan
anak-anaknya membuktikan keimanannya kepada Allah dengan mewakafkan diri
hancur disiksa dengan cara yang sangat tidak berperikemanusiaan oleh
Fir’aun.
Pelajaran dari Kisah Masyithah ...
Masyithah
telah wafat. Tapi, kisahnya belumlah berakhir. Sampai saat ini, kisahnya
masih terngiang di telinga orang-orang yang rindu bertemu dengan Allah
swt. Karena, Masyithah telah memberi cambuk yang senantiasa memotivasi
kita untuk meraih kehidupan yang baik dan lebih baik lagi.
Ada sejumlah pelajaran yang bisa kita petik dari kisah Masyithah, di antaranya:
- Iman adalah senjata yang sangat ampuh. Karena, iman adalah kekuatan
yang bersumber dari ma’iyatullah (kebersamaan dengan Allah swt dan
lindungan-Nya). Allah swt berfirman, ”Sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.”
(An-Nahl:128)
- Sabar dalam menghadapi cobaan dan teguh dalam
pendirian, itulah yang dibuktikan oleh Masyithoh dan anak-anaknya.
Rasulullah saw bersabda, ”Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai
Allah dibanding mukmin yang lemah, dan masing-masing dari keduanya
mendapatkan kebaikan.” (Muslim)
- Selalu ada permusuhan abadi
antara hak dan batil, antara kebaikan dan keburukan. Meskipun keburukan
banyak dan beragam, namun pasti ujungnya akan lenyap. Karena yang asli
adalah kebaikan.
- Allah swt. akan meneguhkan orang-orang yang
beriman ketika mereka dalam kondisi membutuhkan keteguhan tersebut.
Sebab, ujian itu sunnatullah. Pasti akan datang kepada setiap orang yang
mengaku beriman.
- Muslim yang sejati tidak akan tunduk
kecuali kepada Allah swt. Dan ia senantiasa melaksanakan kewajiban amar
ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar.
- Peran dan kontribusi
kaum wanita muslimah tidaklah lebih kecil dibanding pria dalam
mengibarkan panji kebenaran. Para wanita memiliki peran yang besar dalam
dakwah ilallah sejak zaman dahulu. Syahidnya Masithah akibat siksaan
Fir’aun adalah bukti puncak pengorbanan yang pernah dilakukan wanita
dalam sejarah.
- Balasan amal yang didapat seseorang adalah
sesuai dengan kadar amal perbuatan itu sendiri. Allah swt. telah
menghancurkan Fir’aun dan menghinakannya namanya dalam catatan sejarah
yang akan terus dikenang sepanjang kehidupan manusia sebagai manusia
terjahat. Sedangkan Masyithah diabadikan namanya dengan harum, dan
menjadikan dirinya dan anak-anaknya wangi semerbak di langit tujuh
karena perbuatannya yang baik. Jibril mencerita hal ini kepada
Rasulullah, dan Rasulullah menyampaikannya kepada kita untuk dijadikan
teladan.
- Allah swt. tidak akan menyiksa seseorang karena dosa orang lain.
Sungguh, cerita seperti ini berulang dan akan terus berulang sepanjang
waktu. Selalu akan ada orang zhalim dengan beragam bentuk kezhalimannya
dan selalu ada orang yang akan menentang mereka meski tahu ada siksaan
dan cobaan menyertai usaha baiknya itu. Kisah tetap satu: cobaan akan
terjadi, tapi para pahlawan selalu memiliki kemiripan. Ending-nya tidak
akan berubah, sebagaimana firman Allah swt. dalam surat Ar Rum: 47,
”Dan sesungguhnya kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang Rasul
kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa
keterangan-keterangan (yang cukup), lalu kami melakukan pembalasan
terhadap orang-orang yang berdosa, dan kami selalu berkewajiban menolong
orang-orang yang beriman.”
(Disadur dari Majalah Al-Mujtama’ Edisi Februari 2007)
Wallahu a'lam bishshawab, ..