Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...
Mengeluh, dan mengeluh. Selalu ku
lakukan atas pekerjaan yang sering menumpuk dan tak kunjung usai. Penat
memandang layar monitor dan tak jarang melepas letih dengan bercengkrama
dengan kawan by YM.
Facebook? Sudah lama ku tanggalkan sejak fasilitas dari Ping.Fm memudahkanku untuk share status ke beberapa jar-sos sekaligus
dalam satu langkah. Terlebih sejak AOL.com memudahkanku membalas komen
teman-teman melalui email. Segalanya serba instan memang.
Bahkan di tengah segala fasilitas pekerjaan yang memudahkanku
berinteraksi dengan setiap orang di penjuru dunia aku masih saja tetap
tak puas, sampai suatu ketika di sore hari rasa lelahku mengantarkan ku
pada langkah kaki menuju mushola di lantai dasar basement kantor.
Malas rasanya harus menunggu tarikan lift yang terkesan lambat di jam
pulang kantor. Dasar manusia, sudah enak ada lift, tetap saja ada alasan
malas untuk menaikinya. Entah setan sedang asik menggelayuti tubuh dan
pikiranku, atau aku memang sedang di dera penyakit malas shalat? Naudzu
billah ...
Dan disaat itu, Allah ternyata sedang menegurku dan
membuka mata bathinku dari rasa malas dan sikap tak bersyukur. Di
selasar antara pintu belakang menuju lobi, ada sebuah toilet.
Dan di sanalah ku masuki ruang kecil dengan beberapa sekat dan kaca
besar yang memamerkan sepasang westafel di dalamnya seusai shalat ashar.
Dan di dalam sana, ku temukan seorang gadis. Sering aku
mendapatinya di lobi gedung. Mengelap kaca lobi sampai mengelap bagian
dalam lift. Ia ramah dan mudah tersenyum pada siapapun yang ia temui di
lobi.
Dari penampilannya, mungkin usianya sebaya denganku. Dua
puluh tahunan. Wajahnya manis, anggun. Kalimat itu yang mungkin bisa
melukiskan bagaimana wajahnya. Rambutnya berponi ke samping, dan
digulung dalam pita harnet. Seragamnya, warna orange seragam khas office
boy and girl pengelola gedung di kawasan Sudirman.
Sekilas, ia
tersenyum dan menyapaku. Lucu melihat kekagetanku menatapnya yang
sedang jongkok di dalam toilet. Sering memang ku temui ia di toilet itu.
Membersihkan westafel atau mengepel serta menyemprotkan pewangi dalam
toilet.
Namun baru kutemui pekerjaannya kali ini. Disapunya
ruang sekat kecil bernama toilet, kemudian ia berhadapan dengan kloset
dalam toilet itu, dilap bersih dengan air sabun setiap bagian-bagian
kloset, dan tak lupa diberinya kapur barus di sisi
belakangnya.Dibuangnya tissue yang menggunung dalam tempat sampah ke
dalam kantong sampah dan diisi lagi tempat tissue yang kosong.
Sedikitpun ia tak merasa malu, tak merasa canggung atas pekerjaan yang
ia lakukan. Tak ada raut-raut kecewa dan kata-kata umpatan dalam
wajahnya. Ia ikhlas menjalani pekerjaannya. Pekerjaan yang dipandang
sebagaian orang sebagai pekerjaan yang memalukan. Merendahkan martabat.
Dan entah apa lagi sebutannya bagi orang-orang para penggila harta dan
tahta. Ia hanya berinteraksi dengan para OB dan para security gedung.
Ia juga jarang berbincang dengan para pendatang toilet. Ia hanya
bergumul dengan teman-temannya sesama pegawai gedung. Sedang aku? Aaah
...
Lama ku terpaku di hadapan cermin besar dalam toilet itu,
menyadarkanku .. Bahwa pekerjaan yang ada adalah untuk dijalani sebaik
mungkin dan disyukuri. Allah memberikan rezeki untuk kita, bukan untuk
disumpah serapahi.
Dan saat itu pula, aku tahu .. Allah sedang
menegurku secara halus, agar mampu belajar dari pekerjaan seorang Gadis
Penjaga Toilet .. Terima Kasih Ya Allah .. Memberiku segala sesuatu
yang layak untuk ku jalani dalam kehidupan. Jadi, sudahkah Anda
bersyukur untuk segala yang Anda nikmati hari ini?
Wallahu a'lam bishshawab, ..