Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...
Kisah seorang akhwat yang berjuang
hidup dari tumpukan sampah. Kisah tumpukan sampah yang membawanya duduk
di bangku kuliah. Kisah bagi kita untuk belajar bersyukur!
Namanya Ming Ming. Memakai gamis hijau, jilbab lebar dan tas ransel
berwarna hitam, dia memasuki lobi Universitas Pamulang (UNPAM),
Tangerang. Dia adalah mahasiswa semester
1 jurusan akuntansi. Usianya baru 17 tahun. Dan dia adalah salah satu
mahasiswa TERPANDAI di kelasnya.
Saat kelas usai, dia pergi ke
perpus. “Ilmu sangat penting. Dengan Ilmu saya bisa memimpin diri saya.
Dengan ilmu saya bisa memimpin keluarga. Dengan ilmu saya bisa memimpin
bangsa. Dan dengan ilmu saya bisa memimpin dunia.” Itu asalan Ming Ming
kenapa saat istirahat dia lebih senang ke perpustakaan daripada tempat
lain. (keren ya …)
Sore hari setelah kuliah usai, Ming Ming
menuju salah satu sudut kampus. Di sebuah ruangan kecil, dia bersama
beberapa temannya mengadakan pengajian bersama. Ini adalah kegiatan
rutin mereka, yang merupakan salah satu unit kegiatan mahasiswa di
UNPAM. Setelah itu, dia bergegas keluar dari komplek kampus.
Namun dia tidak naik kendaraan untuk pulang. Sambil berjalan, dia
memungut dan mengumpulkan plastik bekas minuman yang dia temui di
sepanjang jalan. Dia berjalan kaki sehari kurang lebih 10 km. Selama
berjalan itulah, dengan menggunakan karung plastik, dia memperoleh
banyak plastik untuk dia bawa pulang.
Rumah Ming Ming jauh dari
kampus. Dia tinggal bersama ibu dan 6 orang adiknya yang masih
kecil-kecil. Mereka tinggal di sebuah rumah sederhana yang mereka pinjam
dari saudara mereka di Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor.
Biasanya setelah berjalan hampir 10 km, untuk sampai ke rumahnya Ming
Ming menumpang truk. Sopir truk yang lewat, sudah kenal denganya,
sehingga mereka selalu memberi tumpangan di bak belakang. Subhanallah,
setelah truk berhenti dengan tangkas dia naik ke bak belakang lewat sisi
samping yang tinggi itu. (can you imagine it ?)
Ming Ming
sekeluarga adalah pemulung. Dia, ibu dan adik-adiknya mengumpulkan
plastik, dibersihkan kemudian dijual lagi. Dari memulung sampah inilah
mereka hidup dan Ming Ming kuliah.
Ini adalah cerita nyata yang
yang ditayangkan dalam berita MATAHATI di DAAI TV (26/5/2008). Di Trans
TV juga disiarkan di acara KEJAMNYA DUNIA Sungguh episode yang membuat
bulu kudu kita merinding dan mata kita berkaca-kaca.
——–
Ming Ming Sari Nuryanti (Mahasiswi Universitas Pamulang) Menjadi
Pemulung untuk membiayai kuliah dan melanjutkan hidupnya (REALITA edisi
17, 28 April – 11 Mei 2008)
Ming Ming Sari Nuryanti,
Pangilannya Muna. Ia lahir di Jakarta, 28 April 1990 sebagai putri
pertama dari tujuh bersaudara pasangan Syaepudin (45) dan pujiyati (42)
. Syaepudin, ayahnya, adalah seorang karyawan di sebuah tempat hiburan
di daerah ancol, Jakarta Utara. Setiap hari ia mengumpulkan bola bowling
. Sementara ibunya Pujiyati adalah seorang ibu rumah tangga sederhana.
Lisa, adiknya yang pertama, duduk dibangku kelas 3 SMU Negeri I Rumpin.
Melati, adiknya yang kedua, duduk dibangku kelas 2 di SMU yang sama.
Kenny, adiknya yang ketiga, duduk dibangku kelas 6 SD Sukajaya.
Sementara tiga adiknya yang lain juga masih sekolah disekolah yang sama.
Romadon di kelas 5, Rohani di kelas 4 dan Mia di kelas 1.
Pada
tahun 1994, dengan ekonomi yang pas-pasan Muna bersama keluarganya
mengotrak rumah sangat sederhana di daerah Kosambi, Cengkareng. Orang
tua muna menggeluti usaha rempeyek untuk mencukupi kebutuhan keluarga
yang memang hasilnya tidak menjanjikan.
Disela kehidupan yang
cukup prihatin, Muna, yang pada waktu itu masih berusia 4 tahun
menunjukan potensi dirinya yang berbeda dengan anak-anak lainnya. Dalam
usia yang sedini ini, ia memaksa orang tuanya untuk memohon kepada
kepala sekolah SDN 02 Kosambi agar menerimanya sebagai murid kelas 1.
Hasilnya menggembirakan, ia tidak mengalami masalah dan bahkan dapat naik ke kelas 2 dengan hasil yang memuaskan.
keluarga ming-ming Saat Muna beranjak kelas dua, yaitu tahun 1996 Muna
bersama keluarga hijrah ke daerah Bogor, Rumpin. keluarga mereka membuka
usaha warung makanan dengan modal yang pas-pasan. Setahun berjalan,
usaha itu bangkrut. Hingga untuk bisa bertahan hidup mereka hanya
mengkonsumsi bubur atau singkong. Hal itu berlanjut hingga lima tahun.
Suatu hari, ada seorang teman ayah Muna yang memberitahu bahwa gelas
dan botol bekas air mineral dapat dijadikan uang . Saat itu juga
serentak seluruh keluarga mengumpulkan gelas dan botol bekas air
mineral.
Hampir setiap hari keluarga mereka berbondong-bondong
keluar sambil membawa karung dan terkadang pulang hingga jam tiga pagi.
Gelas bekas yang dikumpulkannya ini dihargai delapan ribu rupiah untuk
setiap kilonya. Dalam sehari Muna dapat mengumpulkan sebanyak satu
karung gelas plastik bekas atau seberat satu kilo gram.
Dari
usaha yang baru ini membawa sedikit angin segar bagi keluarga Muna,
terlebih bagi dirinya sendiri yang memang sangat bersemangat untuk
menempuh pendidikan setinggi tingginya. Dalam keadaan yang sulit
sekalipun prestasi belajarnya cukup menggembirakan.
Semenjak
SD hingga SMU Muna selalu mendapat peringkat tiga besar. Sebelum
meninggalkan bangku SMU ia pernah mendapat juara 2 lomba puisi dan ia
pun masuk kedalam sepuluh besar lomba membawakan berita pada peringatan
hari bahasa pada waktu itu.
Pada bangku kuliah pun ia masuk
dalam peringkat sepuluh besar pada universitas Pamulang jurusan
akuntansi. Potensi inilah yang membakar semangatnya dan memperoleh
dukungan keluarga untuk terus belajar.
Tahun ajaran 2007-2008
masih dalam keadaan cukup prihatin Muna memberanikan diri mencicipi
bangku kuliah. Tekadnya bulat untuk memilih jurusan akuntansi yang dalam
benaknya dapat memudahkan mencapai cita-citanya untuk dapat bekerja
pada Bank Indonesia.
Dengan biaya kuliah Rp. 900.000 per
semester dapat dicicilnya setiap bulan sebesar Rp. 150.000. Jadi,
apabila ia ingin kuliah maka ia pun harus bekerja keras siang malam.
Semangat dalam belajar dan bersabar dalam meniti jalan kehidupannya
membuat muna dapat dikatakan memiliki suatu yang lebih diantara kawan
sebayanya. Meskipun terkadang hanya makan sekali dalam sehari tidak
membuatnya kehilangan energi dalam menuntut ilmu.
Muna yang memang dikenal juga anak yang pandai bergaul dan periang ini bergabung bersama kawan-kawannya di UKM MUSLIM. .
Keprihatinan yang dialami keluarga Muna baru diketahui ketika
kawan-kawannya berkunjung ke rumahnya. Semenjak itu, ia semakin mendapat
perhatian dari pengurus UKM MUSLIM dan kawan-kawannya dengan memberinya
bantuan yang memang jumlahnya belum cukup signifikan.
Ust.
Harist, salah seorang Pembina MUSLIM merekomendasikan Muna untuk
mendapat bantuan beasiswa melalui DPU DT. Alhamdulillah, setelah
mengikuti seleksi akhirnya Muna lolos menjadi anggota program BEA
MAHAKARYA DPU DT.
Dalam program BEA MAHAKARYA ini selain
mendapat bantuan finansial ia juga memperoleh serangkaian pendidikan dan
pelatihan yang dapat menjadi bekal bagi dirinya kedepan. Muna terlihat
semakin optimis mengejar cita-citanya.
Selain itu pula atas
usaha dan dukungan kawan-kawannya ia dapat diliput dibeberapa media
cetak dan elektronik yang mudah mudahan dapat dijadikan pintu keluar
bagi keprihatinan yang ia alami sekeluarga selama ini.
Semoga bermanfaat dan membuat kita berfikir lebih sebagai inspirasi kita, terutama para muslimah.
Wallahu a'lam bishshawab, ..