BERBAIK SANGKA KEPADA ALLAH

 Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... 
Jabir bin ‘Abdillah r.a mendengar Nabi SAW bersabda tiga hari sebelum wafatnya, “Jangan sekali-kali seorang di antara kalian mati kecuali ia berbaik sangka kepada Allah ‘Azza Wajalla (HR Muslim)

Hadis di atas secara jelas memerintahkan kita berbaik sangka (husnudh dhann) dan melarang berburuk sangka (suu-udh dhann) kepada Allah SWT. (QS. al-Fath [48]:12).

Berburuk sangka kepada Allah merusak keimanan, dan berburuk sangka kepada sesama manusia merusak persaudaraan, bahkan bisa mengundang perilaku yang lebih jahat. (QS. Al-Hujurat [49]: 12).

Ketika menghadapi sebuah cobaan, apalagi yang dirasa berat, seseorang sangat rentan disesatkan oleh setan. Amat mudah bagi setan untuk menggiringnya berburuk sangka kepada Allah.

Mungkin ia mengajukan protes dalam hati, ”Saya sudah banyak beribadah, mengapa saya masih diberi ujian seberat ini. Sedangkan orang lain yang berbuat banyak dosa, tidak pernah mendapat ujian?”.

Di samping etika dalam menerima cobaan, kita juga wajib beretika kepada Allah dalam menerima kenikmatan, kemampuan berbuat baik dan dosa. Sekecil apapun kenikmatan berupa rizki ataupun kemampuan melakukan kebajikan harus selalu diyakini bersumber dari kemurahan Allah.

Sebaliknya, setiap kejelekan ataupun bencana tidak boleh dikaitkan kepada Allah. (QS Al Nisa’ [4]:79). Jika seseorang bisa melakukan ibadah dengan baik, ia harus berkeyakinan atas hidayah dan pertolongan Allah. Namun ketika melakukan dosa, tidak boleh dikatakan dosa itu karena pertolongan Allah.

Orang yang berprasangka jelek kepada Allah ketika menghadapi sebuah ujian, tidak akan dikabulkan doanya kepada Allah. Bahkan Allah murka kepada orang yang tidak berakhlak kepadaNya.

Allah hanya memberi pertolongan kepada orang yang meyakini kemurahanNya. Ia juga hanya akan mengampuni orang yang mempercayai ampunanNya.

Dalam hadis qudsi riwayat muttafaq ’alaih dari Abu Hurairah ra. Nabi SAW bersabda, Allah Azza Wajalla berfirman ”anaa ’inda dhanni ’abdii bii wa anaa ma’ahuu haitsu yadzkuruni ...” (Aku (melakukan sesuatu) sesuai dengan prasangka hambaKu kepadaKu, dan Aku selalu bersamanya selama ia mengingatKu)”

Nasehat Rasulullah SAW di atas disampaikan ketika sedang sakit tiga hari sebelum wafatnya serta dikaitkan dengan kematian. Dengan demikian, secara tidak langsung Nabi SAW mengingatkan kita untuk berhati-hati atas lintasan hati yang negatif, yaitu keputusasaan dan berburuk sangka ketika sedang sakit.

Apalagi sakit yang berat, lama dan ada tanda-tanda dekatnya ajal tiba. Setan pasti all-out menyesatkan manusia pada saat itu, sebab merupakan perjuangan terakhir bagi setan.

Berbahagialah orang yang jauh dari ujian berat.Tunjukkan dalam kata dan tindakan rasa terima kasih itu kepada Allah itu. Tetapi perlu diingat bahwa kenikmatan itu pada hakikatnya juga merupakan ujian Allah. (QS. An-Naml [27] :40, al-Anbiya’ [21]: 35). Tidak sedikit orang lupa Allah justeru ketika tidak pernah menghadapi cobaan hidup.

Bersyukurlah atas cobaan hidup sekalipun berat, jika dengan cobaan itu kita semakin dekat kepada Allah. Allah memang menyapa kita untuk mendekat kepadaNya melalui ujian tersebut. Inilah sikap khusnud dhan yang mendapatangkan rahmat Allah SWT.

Wallahu a'lam bishshawab, ..