Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...
Saya merasa masih amat belia dan bau
kencur menguak tabir rahasia zikir. Selain pengetahuan agama yang minus,
juga karena praktik mujahadah dan riyadlah
yang masih lemah.
Andaikan saya menuangkan secuil inspirasi saya tentang makna zikir,
pasti itu bukan berangkat dari pengalaman ruhani, namun cuma sebatas penjajakan oleh tongkat bernama rasio atau logika.
Meski demikian, saya harus menuangkan inspirasi mendesak soal zikir ini
guna membabarkan sudut pandang saya tentang zikir merujuk pada beragam
paparan yang pernah saya dengarkan.
Jadi, andaikan saudara
pembaca menangkap pelajaran dari artikel yang amat sederhana ini, semoga
bisa menitipkan endapan positif di kalbu. Namun, jika ada kotoran yang
menetes dari setiap tulisan ini, tolong direnungkan terlebih dahulu,
di-delete, kemudian singkirkan dari ruang batin.
Saya akan
mengurai tentang zikir dan efek yang dihadirkan saat berzikir. Dan
mengapa orang masih belum merasakan ketenangan di saat berzikir? Saya
berusaha mengurai soal tersebut, semoga menghadirkan penyegaran ke dalam
batin.
Hidup tidak tenang karena tak dihiasi dzikir. Ada orang
yang berzikir akan tetapi tidak bisa menyerap ketenangan batin. Lisan
melantunkan zikir, ya mungkin hatinya belum berzikir.
Jika hati
belum menghayati zikir yang syahdu disertai pemahaman terhadap makna
yang terkandung dalam zikir, ketenangan batin sulit berkunjung ke ruang
batin ini.
Zikir, selaras dengan maknanya, ingat. Ingat disini
berarti sadar. Sadar inilah yang membuat kita bisa menikmati setiap
momen kehidupan ini. Sadar berada di sentrum diri kita, yakni hati.
Zikir hanya bisa mengundang ketenangan, bila telah dihayati dengan
hati. Kita perlu menghayati proses zikir, tanpa memedulikan segala hal
selain kalimat dan makna dari zikir tersebut.
Jika kita bisa
menghayati zikir dengan sungguh-sungguh, berkat pertolongan Allah,
perlahan-lahan kita akan merasakan kehadiran Allah, dan melepaskan
seluruh ikatan-ikatan duniawi yang membonsai pikiran kita.
Di
saat seluruh kesadaran duniawi telah berganti dengan kesadaran ilahi,
niscaya air ketenangan akan mengalir ke dalam jiwa kita. Namun, jika
ikatan duniawi masih menyatroni pikiran dan hati justru ketenangan tidak
akan mengalir ke dalam hati ini.
Lupakan seluruh masalah
duniawi yang menggelisahkan hati, membuka pikiran negatif, atau hanya
menurunkan kesedihan, dan alihkan perhatian kita hanya mengingat Allah
SWT.
Ingatan pada Allah semoga bisa menelan seluruh
ingatan-ingatan yang semu yang hanya mengundang kegelisahan tersebut,
tak pelak bibit ketenangan bersemi dan menyembul dari hati kita.
Hati kita hanya memiliki satu wajah, ketika menghadap pada sesuatu maka
melupakan suatu yang lain. Ketika hati kita menengadah pada kemilau
duniawi, niscaya akan berpaling dari Allah SWT.
Dan ketika hati
kita menghadap pada Allah, niscaya akan berpaling dari duniawi. Karena
itu, saat kita berzikir menghadapkan hati kita sepenuhnya pada Allah.
Ketika sentrum kesadaran ini dipenuhi ingatan pada Allah SWT, itulah
momen ketenangan bakal diraih.
Ketika kesadaran pribadi telah
dihiasi ingatan pada Allah, niscaya dia akan terampil merespons segala
hal yang terjadi dengan tenang lantaran menganggapnya sebagai anugerah
dari Allah SWT.
Setiap kejadian yang menimpanya dipandang
menjadi instrument dari Allah guna mengungkit potensi yang bersemayam
dalam dirinya. Ketika memeroleh anugerah berupa nikmat, maka dia
menganggapnya sebagai lahan pengungkit potensi syukur. Ketika tertimpa
musibah, dia menganggap sebagai lahan pengungkit potensi sabar.
Ketika dia merespons kenyataan masa lalu dipandang sebagai lahan
mengungkit potensi ridha. Dan ketika dia harus menatap masa depan yang
penuh misteri, dipandang sebagai jalan pengungkit potensi tawakkal.
Perlahan-lahan, dia akan menggapai pada respons tertinggi yakni bersyukur di setiap keadaan .. insya Allah ..
Wallahu a’lam bish shawwab ....
Semoga bermanfaat bagi yang membacanya .....