SEBUAH KISAH, .. "KERUDUNG-KERUDUNG INDAHKU"

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... 
Sejak berhijab beberapa tahun lalu, aku tergila-gila mengoleksi aneka jenis kerudung. Kulahap semua artikel mengenai kerudung mode terbaru. Sungguh kepuasan tersendiri ketika aku bisa tetap tampil modis dengan berbagai gaya hijab keren yang tak kalah dengan para selebriti.

Apalagi pekerjaan yang kugeluti memaksaku untuk selalu tampil dengan gaya. Sebagai seorang Public Relation tempatku bekerja, aku sering bertemu banyak orang. Walaupun sempat diragukan oleh para rekan kerjaku, namun perlahan-lahan aku berhasil mengubah image mereka tentang hijab.

Akhirnya banyak dari teman-temanku yang tertular dengan kebiasaanku berhijab karena ingin terlihat sepertiku, cantik dan anggun begitu kata mereka.

Tapi Ummi-ku selalu complaint setiap kali aku membeli kerudung yang baru. Tangannya langsung terjulur meminta kerudungku yang lama kalau aku membeli kerudung mode terbaru. Kalau aku beli dua, maka aku harus merelakan dua kerudung lamaku untuk diberikan pada Ummi. Begitu terus sampai-sampai kami jadi sering berdebat.

“Lemarimu sudah penuh, kalau tidak dikurangi ke mana lagi kau taruh kerudung-kerudungmu itu?” kata Ummi. Tangannya sibuk melipat-lipat kerudung-kerudung bekas yang terpaksa kuserahkan.

“Tapi Ummi, aku masih bisa mix and match kerudung lama dan kerudung baru kan?”

“Iya, Ummi tahu. Tapi kau punya hampir semua warna dan jenis, jadi kerudung-kerudung yang makin jarang kau pakai sebaiknya kasih ke Ummi daripada menuh-menuhin lemari,” kata Ummi tak peduli.

“Untuk apa sih, Ummi?” tanyaku dengan bibir merengut.

“Ya daripada disia-siakan dalam lemari saja. Mubazir.”

Dan biasanya perdebatan selalu dimenangkan Ummi yang akan segera membawa kerudung lama yang terpaksa kuberikan padanya. Entah untuk apa ia mengumpulkan kerudung-kerudung lama milikku itu. Mungkin disumbangkan, atau mungkin juga dibikin lap. Aku tak peduli lagi.

Biar saja yang penting Ummi tak memarahiku. Setelah beberapa kali terjadi seperti itu, aku memilih tak bertanya lagi untuk apa. Lebih baik kulakukan saja apa mau Ummi selama dia tidak keberatan aku terus menerus belanja kerudung-kerudung model terbaru.

Suatu pagi ketika aku sedang sarapan pagi, aku melihat Ummi sibuk menulis sesuatu di buku agendanya.

“Sibuk amat, Mi!”

“Hmm …” Ummi tetap asyik menulis tanpa mengangkat wajahnya sama sekali.

Aku baru ingat, hari ini adalah jadwal pengajian yang hampir tiap minggu dipimpin oleh Ummi. Mungkin Ummi sedang menyiapkan segala sesuatunya untuk pengajian tersebut. Kalau sudah mengenai urusan dengan pengajian, Ummi memang selalu seserius itu.

Kuhabiskan segera sarapan pagi itu tanpa banyak bicara lagi. Percuma saja, kalau Ummi sudah asyik seperti itu. Meskipun aku berharap, Ummi mau melihatku sebentar dan memberikan pendapatnya tentang penampilanku hari ini.

Aku bahkan membeli kerudung berwarna biru muda yang indah sekali untuk menyempurnakan hijabku. Ada dua pertemuan yang kuhadiri hari ini dan aku selalu percaya pada penilaian mata Ummi yang jeli, kalau dia bilang aku cantik maka itu artinya aku cantik.

Tapi sepertinya aku harus menelan kecewa. Ummi tak sedikitpun memandangku dan malah membuat sebuah daftar di kertas yang kosong. Seperti susunan nama-nama orang. Mungkin itu daftar peserta pengajian.

“Mi, aku kerja dulu ya. Assalamualaikum!” kataku lesu sambil berdiri. Sedikit kecewa karena tak diacuhkan.

“Penampilanmu hebat sekali hari ini, Nak. Semoga meeting-mu berhasil ya. Waalaikum salam,” ucap Ummi tiba-tiba ketika aku hampir tiba di ambang pintu keluar. Aku berbalik, tersenyum ketika melihat Ummi menatapku di balik kacamatanya yang sedikit melorot. Sorot matanya menatapku penuh cinta dan kekaguman seperti biasa.

Ummi tak melupakanku. Dia ingat jadwalku dan dia juga melihatku hari ini. Aku salah kalau menganggap Ummi lupa padaku. Kata-kata Ummi benar-benar berarti bagiku. Pemacu semangat untuk berjuang keras hari ini.

Bukan main senangnya hatiku. Semuanya berjalan sesuai rencana. Meeting-ku berhasil dan penampilanku menjadi kekaguman semua orang. Sekarang saatnya bagiku menyenangkan hati Ummi, dengan melibatkan diri pada acara yang menjadi tanggung jawabnya. Pengajian itu.

Siapapun tahu sejak Abi tiada, Ummi menenggelamkan kehidupannya untuk mengurusku dan kegiatan keagamaan. Dia menjadi ketua Majelis Pengajian di lingkungan tempat kami tinggal. Padahal tak mudah beradaptasi di lingkungan yang sebagian masyarakatnya ’sangat’ jauh dari kegiatan keagamaan seperti pengajian.

Lingkungan kami ini lebih banyak dihuni oleh masyarakat kalangan bawah yang hidupnya sehari-hari bergantung pada usaha. Sedikit sekali warga lingkungan ini yang bekerja di kantoran sepertiku atau alm. Abi dulu, kebanyakan tetangga kami hanyalah pedagang keliling atau pengepul sampah.

Abi dan Ummi memang sedikit aneh. Dulu mereka membeli rumah ini karena belum mampu membeli rumah yang bagus. Setelah mereka mampu untuk membeli rumah yang jauh lebih baik lingkungannya, Abi dan Ummi hanya menempatinya beberapa tahun saja.

Dengan alasan tak betah, Ummi meminta Abi kembali ke rumah kami yang lama. Sampai sekarangpun meski sudah kubujuk berulangkali untuk pindah, Ummi tetap mengatakan tidak.

Makanya, aku tahu benar pasti pengajian yang diselenggarakan Ummi sepi seperti biasa. Paling-paling hanya belasan orang yang hadir. Aku sering sekali melihat bagaimana mereka tersenyum setengah meringis ketika Ummi bertanya kenapa mereka tak hadir saat kami tak sengaja berpapasan di jalan. Malu-malu, sambil menyembunyikan wajah, Ibu-ibu itu rata-rata menjawab ada kesibukan.

“Sudah miskin, malah menjauh dari Allah. Ya bagaimana gak tambah susah?” gerutuku saat itu.

“Hush! Gak boleh gitu ah.” Ummi menyenggol bahuku. Ia menatap punggung salah satu ibu yang baru saja berpapasan dengan kami. “Mungkin dia memang benar-benar punya alasan yang tepat, yang tak bisa dijelaskan dengan kita,” sambung Ummi penuh pengertian.

Hari ini, Ummi memulai hariku dengan baik dan aku ingin Ummi juga tahu kalau aku sangat peduli padanya. Karena itu aku ingin membantu Ummi mengurus segala persiapan pengajiannya. Toh hanya sedikit bantuan kecil saja.

Tapi sampai di depan rumah, aku melihat sesuatu yang berbeda. Tenda! Ummi mendirikan tenda di depan halaman rumah. Hanya untuk sebuah pengajian yang akan dihadiri belasan orang, Ummi bahkan harus mendirikan tenda? Ini benar-benar membuatku heran. Ummi ini ada-ada saja.

Di dalam ruang tamu, karpet-karpet telah digelar dengan rapi sekali. Sofa dan kursi telah dipinggirkan hingga ke dinding, sementara barang-barang dekorasi ruang tamu yang lain telah dipindahkan ke dalam kamar-kamar. Ruangan itu jadi lebih lega sekarang.

Aku bertanya-tanya, kenapa Ummi harus menyiapkan tempat seluas ini bahkan hingga mendirikan tenda? Ini benar-benar di luar dugaanku.

“Waah, pulang kok tidak ngucapin salam, Nduk?” suara Ummi membuyarkan kebengonganku.

Aku menoleh. “Assalamulaikum, Ummi.” Kucium tangan Ummi sambil memberinya salam.

“Waalaikumsalam.”

“Yang datang ini banyak ya, Mi?” tanyaku bingung.

Ummi malah mengedarkan pandangan sambil tersenyum-senyum. “Mudah-mudahan. Tapi untung kamu datang cepat, Fah. Kebetulan Ummi perlu bantuan untuk ngurusin di dapur nanti kalau acaranya sudah dimulai, kamu mau bantuin si Bibik kan?”

Aku mengangguk. Kecil ini sih. Bantu-bantu di dapur berarti bisa sekalian mengisi perutku juga. Tentu saja aku sanggup.

Tepat pukul 2 siang, tamu-tamu Ummi mulai berdatangan. Awalnya yang datang adalah para anggota tetap pengajian Ummi yang telah kukenal baik. Ketika waktu berlalu, aku menyadari kalau perkiraan Ummi benar. Hari ini para tamu yang menghadiri pengajian berjumlah lebih banyak dari sebelumnya.

Ruangan tamu makin lama makin terlihat menyempit saat satu persatu mereka datang dan mulai duduk memenuhi ruangan. Lalu kesibukan berpindah ke tenda, bunyi kursi-kursi beradu saat dikeluarkan dari susunan mereka dan suara dengung orang-orang yang berbicara satu sama lain.

Ini … benar-benar mengejutkan. Lantunan suara orang yang mengaji memenuhi rumah kami dan sekitarnya. Tanpa bantuan pengeras suara, lantunan pengajian terdengar merdu dan nyaring.

Kudukku merinding saat mendengar kekompakan suara para wanita yang berkumpul bersama, melantunkan doa-doa wirid, surat yassin dan sholawat. Ummi benar-benar hebat. Entah bagaimana caranya, ia berhasil mengumpulkan orang-orang sebanyak ini. Pandanganku tentang masyarakat lingkungan rumah kami yang jauh dari Allah, langsung berubah drastis.

“Ini berkat kerudung-kerudungmu, Nak,” jawab Ummi ketika malam itu aku bertanya bagaimana caranya dia mengumpulkan orang sebanyak itu.

“Hah?” Mulutku ternganga. Apa hubungannya?

“Ibu-ibu di sini bukannya tak mau mengaji. Tapi mereka malu karena tak punya jilbab yang pantas. Mau beli tapi tak mampu. Sementara yang ada pun terbatas karena harus dipakai juga untuk sehari-hari. Padahal berkali-kali Ummi sudah bilang, tak apa-apa pakai yang ada, tetap saja mereka merasa malu.

Nah karena itulah Ummi dan teman-teman Ummi yang lain sepakat untuk mengumpulkan kerudung dan baju muslim yang masih bagus untuk dibagikan pada mereka. Alhamdulillah, ternyata mereka senang sekali menerima bantuan itu.”

“Benarkah?”

“Malah ada yang bilang, senang bisa dapat kerudung bekas anak Ummi yang kata mereka seperti model di televisi itu. Mereka jadi ikut ngerasa cantik dan bangga karena memakai kerudung yang sama denganmu. Apalagi kondisi kerudung koleksimu kan selalu kelihatan baru karena hanya dipakai beberapa kali,” tutur Ummi tanpa sengaja menyindirku.

Aku terdiam. Aku ingat tadi sore aku memang sempat melihat beberapa kerudung yang membungkus kepala para jamaah pengajian itu mirip seperti milikku dulu. Tapi aku tak mengira kalau kerudung-kerudung itu benar-benar pernah menghias kepalaku juga.

Ummi sudah asyik dengan bacaannya lagi. Sementara pikiranku melayang jauh ke awal, saat dulu pertama kali mengenakan hijab. Saat itu, aku mengukir janji di hatiku sendiri. Hijab bukan sekedar penutup auratku, juga untuk memberikan waktu lebih banyak untuk mendekatkan diri pada Allah.

Seiring waktu aku mulai melupakan janji itu. Aku malah terjebak dalam kegiatan yang mengatasnamakan agama, namun malah mengutamakan kepentinganku sendiri. Apa yang sudah kulakukan selama ini selain terjebak dalam kehidupan bermewah-mewah? Jajaran koleksi kerudung di lemariku sudah menjadi bukti betapa dangkalnya aku memandang guna hijab yang sesungguhnya.

Aku malu pada Ummi, malu pada Allah dan malu pada orang-orang di sekitarku. Dengan cara Ummi yang membuatku memahami bahwa kerudungku akan lebih berguna untuk orang lain, aku ingin kembali pada janjiku dulu.

“Ummi,” bisikku sambil merangkul bahu Ummi.

“Apa, Sayang?”

“Ummi masih perlu kerudung bekas gak? Atau baju-baju muslim mungkin?” tanyaku pelan.

Ummi tak menjawab. Malah mendongak menatapku dengan senyuman penuh arti. “Kau mengerti sekarang, Sayang?”

Kuanggukkan kepala dan memeluk Ummi. Terima kasih Ummi, terima kasih untuk pelajaranmu hari ini.

*****
Wallahu’alam bishshawab,


BY MAS WID

KISAH MENGHARUKAN, .. BIDADARI DALAM DIAM

 Bismillahir-Rahmaanir-Rahim. ... 
Gadis itu melangkah dalam gang kecil sempit yang ramai, ada beberapa ibu-ibu sedang mengerubuti gerobak si tukang sayur, ada anak kecil berpakaian seragam sedang tertawa-tawa, bercanda sambil berjalan beriringan di depannya.

Tampak sesekali motor melintas dan melewati gadis itu dipacu hati-hati oleh pengemudi yang berjuang menstabilkan kendaraannya di jalanan yang berbatu dan berlubang di mana-mana.

Gadis bernama Larasati itu tetap berusaha berjalan di tepi meski tubuhnya hampir bersentuhan dengan dinding tembok tinggi gedung besar yang berada di sebelah gang itu.

Ia takut menghalangi jalan motor-motor yang mau lewat, ia kuatir tubuhnya tersenggol ibu-ibu yang berbelanja sambil mengobrol dengan asyik, ia takut kalau semua itu benar-benar terjadi dan terpaksa bersuara, anak-anak yang tertawa gembira di depannya akan ketakutan mendengarnya dan berlari di atas batu-batu tajam itu.

Bajunya terkena noda air AC yang jatuh menetes dari dinding gedung. Laras hanya tersenyum, menepuk sedikit untuk mencegah tetesan lain singgah ke pundaknya sambil bergegas melanjutkan langkah. Tak apalah, yang penting ia kini hampir sampai di depan gang.

Tepukan di bahu Laras membuatnya menoleh. Gadis manis itu tersenyum pada seorang ibu tua. Ibu penjaja nasi uduk keliling. Laras mengangguk hormat.

“Sudah sarapan? Mau beli?” Bibir si ibu bergerak-gerak bertanya sambil menunjukkan keranjang besar yang ditentengnya.

Laras kembali mengangguk. Tangannya mengambil uang dari dalam kantung seragam kerjanya. Lembaran lima ribuan pun berpindah ke tangan si ibu, yang menggantinya dengan salah satu bungkusan nasi uduk dalam kantung plastik kecil. Laras memasukkan plastik berisi bungkusan nasi uduk ke dalam tas ranselnya.

Dengan senyum tak lepas dari wajahnya, Laras kembali berjalan lebih ke tepi. Tepat saat itu melintas bis kota yang ia tunggu. Tangannya berayun-ayun menyetop dan dengan tergesa ia melompat naik. Belum lagi ia duduk, bis sudah kembali berjalan membuat tubuh Laras bergoyang.

Tangannya mencengkeram kuat sandaran kursi penumpang sebelum menghempaskan tubuhnya di salah satu kursi yang kosong. Bis bergerak pelan, sesekali berhenti ketika penumpang naik dan turun. Berganti-ganti. Tapi karena hari baru dimulai, lebih banyak yang naik daripada turun. Tak heran, tak sampai beberapa menit, bis kosong itu kini mulai disesaki penumpang.

Laras yang sedari tadi menatap keluar jendela, pun menoleh meliriki para penumpang yang berdiri. Seorang ibu hamil berdiri dekat pintu bis, tampak susah payah berpegangan dengan kedua tangannya.

Wajah perempuan itu memerah. Sesekali ia memegangi perutnya seakan melindungi agar tak terjepit oleh tubuh-tubuh yang berdiri di belakangnya karena terdorong oleh gerakan bis yang kadang-kadang mengejutkan.

Seperti sadar sedang diperhatikan, tatapan Laras bertemu dengan si ibu hamil yang menoleh padanya. Laras tersenyum padanya dan memberi isyarat ‘mau duduk di sini?’ dengan gerakan tangan menunjuk ke kursi dan ibu muda itu pun mengangguk.

Laras pun berdiri dan bergerak maju. Tapi seorang pemuda tanggung langsung menempati kursi kosong itu tanpa bertanya-tanya.

“Haaai!! Peegiii!!!! Iiittuuu!” Suara lantang Laras mengejutkan semua orang tak terkecuali si ibu hamil yang kelihatan shock. Laras tak peduli. Tangannya bergerak-gerak memberi isyarat menunjuk ke arah si ibu hamil dengan mata melotot pada pemuda itu.

Tatapan terkejut orang-orang mendengar suara aneh keras yang dikeluarkan Laras pun beralih pada si pemuda. Pemuda itu tampak malu dan kembali berdiri. Lalu si ibu hamil pun duduk.

Si Ibu hamil menghela nafas lega sambil mengelus perutnya. “Amit amit jabang bayi,” bisiknya sambil menoleh ke arah lain. Tak sedikitpun si ibu hamil itu menatap ke arah Laras lagi. Mungkin dia takut anak yang dikandungnya akan seperti Laras hingga tak berani melihat ke arah Laras, meski sekedar mengucapkan terima kasih.

Laras hanya tersenyum. Kembali berkonsentrasi menatap jalan raya yang mulai macet. Ia sudah terbiasa. Ditatap dengan aneh bahkan terkesan jijik. Bahkan terkadang berusaha dihindari. Laras sudah tahu, inilah yang terjadi kalau mereka mendengar suaranya yang lebih terdengar seperti lenguhan.

Satu dua penumpang mulai turun. Laras mulai bersiap-siap dan memperhatikan halte yang telah dilewati. Dua halte lagi, ia akan sampai ke tujuannya dan Laras mengeluarkan uang koin dari sakunya.

Tepat ketika bis hampir sampai, Laras mengetuk-ngetuk koin ke salah satu besi sandaran kursi. Bis berhenti dan Laras pun turun dengan langkah cepat. Ia tak mau terjatuh lagi karena ketidaksabaran si sopir yang sedang mengejar setoran. Dulu ia pernah mengalaminya dan lama sekali luka karena kakinya yang patah bisa sembuh. Sekarang sesekali rasa ngilu selalu datang kalau ia terlalu banyak berjalan.

Di depan gedung kantor tempatnya bekerja, Laras berhenti dan matanya beredar mencari-cari. Seseorang yang dicarinya sedang duduk sambil berkipas, bersandarkan pagar tembok batu yang bertuliskan nama gedung di belakangnya.

Laras mendekati lelaki berseragam oranye itu. Ketika sampai, Bapak itu menyadari kedatangan Laras dan tersenyum lebar. Laras membalasnya sambil mengeluarkan kantung plastik berisi nasi bungkus. Bapak itu menerimanya dan berterima kasih. Laras hanya tersenyum lalu kembali menuju gedung kantornya lagi.

Laras masuk melalui pintu pejalan kaki. Ada pos keamanan yang ia lewati sambil menunjukkan badge karyawan, seorang petugas mengangguk padanya sementara dua petugas lain sibuk memeriksa salah satu mobil yang sedang masuk.

Dekat pintu masuk, Laras berbelok. Memasuki sebuah pintu yang membawanya turun ke bagian parkir bawah tanah. Suasana masih sedikit gelap dan sepi. Hanya terlihat beberapa karyawan lain juga memasuki pintu yang sama. Tapi tidak seperti yang lain, Laras tidak langsung memasuki ruangan kecil tetap para petugas cleaning service berganti pakaian. Ia menuju ruang mushola kecil yang tampak berantakan.

Tangannya yang mungil sibuk mengumpulkan mukena yang teronggok di sudut ruangan dan memasukkannya dalam plastik, merapikan buku-buku tuntunan sholat dan Al Qur’an yang dimasukkan dalam lemari terbuka secara asal-asalan.

Setelah itu, ia mengambil bungkusan plastik dari dalam tas ranselnya yang berisi mukena yang baru dicuci dan digantungnya dengan rapi di sudut shaf wanita.

Dirapikannya letak karpet bergambar sajadah berjajar itu. Ia juga menyemprot dan menyikat tempat air wudhu yang lantainya kecoklatan karena bekas jejak-jejak kaki, mengganti plastik tempat sampah depan mushola yang sudah penuh dengan yang baru.

Senyumnya mengembang puas melihat hasil kerjanya sebelum kembali menuju ruangan tempat para petugas cleaning service.

Kepala Laras menunduk sedikit. Hanya satu dua kali senyum tipisnya terlihat ketika berpapasan dengan rekan kerjanya. Seperti biasa, ia selalu menghindari meeting pagi. Meeting yang membahas pembagian tugas.

Seperti biasa pula, ia selalu mendapatkan tugas terberat. Tapi Laras lebih suka seperti itu. Karena tugas berat akan membuatnya sibuk seharian, tidak sempat disuruh-suruh oleh para karyawan gedung kantor yang suka marah padanya karena ketidakmampuannya.

Meski bukan rahasia lagi, sebagian petugas cleaning service lebih suka melayani perintah para karyawan itu dibandingkan mengerjakan pekerjaan utama mereka.

“Lebih enak disuruh beli sarapan atau makan siang daripada kerja. Bisa dapet tambahan uang lagi.” Begitu alasan mereka. Alasan yang tak pernah didengar Laras, namun dipahaminya berkat pengalamannya selama ini.

Tapi itu berbeda untuk Laras. Dia lebih sering dimarahi karena para karyawan itu tak suka mendengar suaranya, tak suka karena proses komunikasi sepuluh kali lebih berat dibandingkan petugas yang lain. Karena itulah, Laras selalu menerima saja apapun tugas yang tersisa untuknya.

Tanpa melihat papan pembagian tugas pun Laras tahu apa yang harus ia kerjakan. Dengan santai, ia berganti pakaian dan mengambil peralatannya.

Hujan rintik membasahi sebagian teras gedung ketika Laras pulang kerja. Sebagian karyawan kantor masih terlihat duduk-duduk di lobi, yang lain menunggu di depan teras sambil merokok menghangatkan tubuh. Untunglah, Laras selalu membawa payung kecil. Dan ia pun menoleh pada teman-temannya yang berdiri berjajar berteduh di bawah kanopi parkiran.

“Um …” bisiknya sambil menunjuk pada payungnya.

Temannya menggeleng, yang lain juga. Salah satu menjawab, “Udah, gak usah!”

Laras hanya tersenyum. Dan membuka payungnya. Ia melangkah menuruni tangga teras gedung ketika seseorang menepuk bahunya.

“Hei! Aku ikut sampe halte!” kata pria itu sambil menerobos ke sebelah Laras, melindungi kepalanya dari rintik hujan.

Tubuh Laras menegang. Ia tak biasa berdiri begitu dekat dengan pria selain berhimpitan dalam bis. Tapi pria itu sudah melangkah dan Laras harus berjuang keras mengikuti langkahnya yang cepat dan tergesa-gesa. Akibatnya justru sebagian pundak dan celana panjang Laras tersiram air hujan.

Begitu sampai di halte, si pria berlari melompat menghindari genangan air namun memercikkan air hujan ke wajah Laras, sebelum akhirnya menghilang di antara kerumunan orang-orang yang berteduh di halte. Tanpa terima kasih atau setidaknya senyuman yang ramah.

Laras tak sempat mencarinya karena tepat saat itu bisnya lewat. Ia pun segera berlari berusaha cepat untuk bisa masuk ke pintu bis. Meski kali ini ia harus berdiri, Laras bersyukur ia masih bisa ikut menumpang.

Hujan membuat jalanan makin macet. Seliweran motor-motor yang tak lagi peduli guna trotoar sesungguhnya, semakin menambah semrawut suasanan jalanan.

Keluhan, makian dan sumpah serapah saling berpacu di antara deru gas kendaraan. Suara hujan yang khas dan udara dingin yang menyertainya tak lagi terdengar atau terasa, karena di dalam bis yang padat penumpang, justru terasa menyesakkan dan panas.

Laras memilih turun dekat rel kereta api ketika bis terhenti karena papan rintang. Ia tak tahan lagi dan lebih memilih turun walaupun harus berjalan kaki sedikit. Dadanya terasa sesak menghirup udara penuh asap rokok dari seorang Bapak yang tak peduli kehadiran orang lain di dalam bis. Tapi tangannya tak sempat membuka payung karena bis sudah hampir melaju lagi ketika ia turun. Ia pun berlari kecil menuju sebuah warung. Warung yang juga dipenuhi orang-orang berteduh. Suara sirene peringatan kereta lewat masih mengaung nyaring.

Laras berdiri di antara kerumunan sambil melirik ke dalam warung nasi tegal yang juga penuh di bagian dalam. Ia ingin membeli makanan untuk makan malam tapi suasana di dalam kelihatannya tak mengizinkan karena penuh sesak. Laras pun tetap berdiri di luar, memperhatikan hujan sambil menunggunya reda.

Apa kabar Ibu dan adik-adikku di panti sekarang?

Apa mereka masih suka bermain hujan? Dahlia yang manis, sudah seperti apa dia sekarang? Atau Elok yang bandel, masihkah dia suka menjahili Sandra dan Risma yang cengeng?

Bibir Laras bergerak tersenyum. Mengingat adik-adiknya di panti asuhan yang menjadi tempat tinggalnya dulu sejak dibuang orangtuanya. Mereka selalu bisa membuatnya tersenyum.

Adik-adik yang terpaksa ia tinggali untuk bisa bekerja. Merekalah keluarganya, orang-orang yang selalu mengingatkannya kalau Laras tak pernah hidup sendiri di dunia ini. Dalam dunianya yang hening dan sepi, dalam kebisuan yang takkan pernah berujung.

Mata Laras menangkap sesuatu yang ganjil. Sebuah batang besi tampak tergeletak melintang di salah satu rel. Tak terlihat karena rintik hujan dan posisinya sedikit terlindung. Laras terkesiap. Sebentar lagi kereta akan melewati rel itu dan letak batangan besi lumayan besar yang tampak sedikit menancap itu bisa membahayakan kereta.

Tanpa peduli rinai hujan yang makin deras, Laras berlari menerobos hujan. Ia berlari mendekati batang besi besar itu dan berusaha mengangkatnya. Berat. Laras berdiri. Berteriak-teriak meminta bantuan.

Tak ada seorang pun yang datang karena mereka malah menatapnya kaget mendengar suaranya yang aneh. Laras berusaha lagi. Rupanya kali ini beberapa pria melihat yang ia lakukan dan mereka mulai berlarian mendekati Laras.

Sekuat tenaga Laras tetap memeluk batang besi itu dan berhasil. Meski hanya menggeser beberapa senti, tapi besi itu tak lagi berada di dalam rel.

Tapi Laras tak mendengar suara teriakan orang-orang yang memperingatkannya kalau kereta akan lewat. Laras tak mendengar apapun, bahkan suara sirene yang meraung-raung, suara petugas yang terus berteriak memperingatinya.

Ketika kereta sudah begitu dekat, Laras baru menyadari kehadirannya. Kakinya spontan melompat menghindar. Ia bergerak menuju rel kosong di sebelah rel yang akan dilewati kereta. Berhasil.

Sayangnya, kaki Laras terpeleset saat menjajaki batu-batu yang basah di sekeliling rel. Tubuhnya terhempas, dan kepalanya membentur keras rel kereta. Darah mengalir deras keluar dari bagian belakang kepala Laras.

Laras masih berkedip ketika tetes-tetes air hujan mulai membasahi wajahnya. Ia masih bisa merasakan dinginnya air segar, rezeki Allah SWT yang mengiringi nafasnya yang mulai berat.

Tiba-tiba Laras merasa lelah. Ia ingin tidur, tenggelam abadi dalam dunia yang hening, terbaring dalam diam. Ia ingin kembali, ingin ke tempat di mana ia tak perlu lagi melihat tatapan mengejek, ingin tahu atau menghina. Ia tak perlu takut lagi, karena di sana ia tahu surga sesungguhnya sedang menunggu.

Laras tahu, di balik ketidaksempurnaannya sebagai manusia, Allah sedang melindunginya dari kejahatan karena kedua panca inderanya yang tak pernah ia ketahui.

Laras bersyukur di sela nafas terakhirnya. Karena ia tak mendengar teriakan panik orang-orang yang ingin menolongnya. Laras bersyukur ia tidak bisa mendengar sejak lahir dan menjadi bisu karena tak tahu apa itu suara.

Laras bersyukur karena ketika malaikat kematian itu mulai menutup bayang-bayang penglihatannya, ia sama sekali tidak takut. Kematian itu menyakitkan, namun tak menggentarkan hati Laras yang pasrah.

Ia benar-benar diam ketika bayang-bayang gelap sempurna menutupi pandangannya lalu nafasnya yang menderu pun berhenti.

Esok pagi, si ibu penjaja nasi uduk akan kehilangan pelanggan setianya yang sebenarnya selalu sarapan pagi setiap hari dan Bapak penyapu jalan tak lagi kebagian jatah sarapannya, musholla akan berantakan dan entah siapa lagi yang akan mau membersihkannya dengan ikhlas.

Mereka yang selama ini selalu berharap pada bantuan Laras, esok akan sadar kalau ia sudah tak ada. Ia telah pergi, di tengah rinai hujan yang menangisi kepergian si bidadari baik hati.

Wallahu’alam bishshawab, ..


BY MAS WID

AKU HANYA INGIN PASANGAN SEDERHANA

 Bismillah ... Aku hanyalah wanita biasa.
Aku bukanlah wanita berwajah cantik mempesona.
Aku juga bukanlah wanita yang punya segalanya.

Aku hanya ingin pasangan sederhana.
Aku tidak ingin menilai setampan apa rupanya.
Aku tidak ingin menilai sebanyak apa hartanya.
Aku tidak ingin menilai setinggi apa tahtanya.

Pasangan yang suka beramal sholeh.
Pasangan yang mengharapkan ridha_Nya.
Pasangan yang akan membawa keberkahan_Nya.
Aku berharap kelak pada suatu waktu.
Aku dipertemukan dengan pasangan pilihan_Nya.

Seorang lelaki yang hatinya terpaut kepada_Nya.
Seorang lelaki yang mengikuti sunnah Rasul_Nya.
Seorang lelaki yang berpedoman pada Kitab_Nya.
Seorang lelaki yang mau menerima kekuranganku.

Yang akan mampu membimbing hidupku.
Yang akan mampu mengisi hari-hariku.
Yang akan menahkodai bahtera rumah tanggaku.
Yang mencintaiku tanpa menuntut kesempurnaan-ku.

Aku ingin menyayanginya dengan sederhana.
Aku harap dia menyayangiku secara sederhana pula.
Sesederhana aku dalam mencintainya.
Biarlah saat ini aku menyemai cinta bersama_Nya.
Menyemai kerinduan akan wajah_Nya.
Sebelum aku dipertemukan dengannya.

Kelak akan kubangun Istana Indah.
Walau hanya pondok kecil dari bambu.
Kan kupagari ketulusan cinta dan kasih sayang.
Kan kujadikan pondokku sebagai Surga bagi Suami dan anakku.



BY MAS WID

AKAN KU CARI NAMAMU DALAM SAJADAH SEPERTIGA MALAMKU.



Bismillah ... Cinta dalam diamku..
Haruskah kau tahu jika aku mencintaimu?
KU RASA TIDAK..
Kerana cinta itu tak bisa terungkap agar bisa terlihat,,
Ianya hanya bisa dirasa dalam hati.
Bukan aku tak berani mengurai..
Tapi aku takut salah dalam menempatkannya.
Karena apa yang menurutku baik,
Belum tentu baik menurut_Nya.
Aku ingin yang terbaik untuk Robbku.

Sebenarnya,,
Acuhku bukan berarti mengabaikanmu,
Diamku bukan berarti tak mengingatmu,
Kerana aku pun insan biasa.
Ada perasaan...
Ada keinginan..
Ada harapan..
Namun aku merasa diri belum pantas untuk itu,,
Biar rasa ini tercipta..
Kusimpan disudut hati...
Hanya ALLAH saja yang tahu.

Ku terbangkan sayap angan ke angkasa,
Agar nafsu tak menyeretku inginkan cinta,
Akan kucari namamu disepertiga malamku.
Aku harap kaulah yang tertulis di Lauh Mahfudz untukku..

Jikapun bukan...
Aku percaya takdir_Nya adalah yang Terbaik.



BY MAS WID

Untukmu Calon Jodohku Yang Tertulis Di Lauhul Mahfuzd

 Bismillah ... Mungkin diriku bukanlah matahari yang
setiap siang menerangi bumi
tapi aku akan mencoba menjadi cahaya
ketika hatimu telah kelam

Mungkin diriku bukanlah bumi yang luas
yang memudahkanmu untuk bergerak tapi
aku akan berusaha menjadi ruang kosong
tempat untuk mencurahkan segala rasamu

Mungkin aku bukanlah angin yang mampu
menyejukkanmu ketika dirimu merasa panas
tapi aku akan berusaha menjadi kipas
penyejuk yang dapat engkau gunakan setiap
saat engkau butuhkan

Mungin aku bukanlah paranormal yang
dapat membaca pikiranmu tapi aku akan
berusaha menjadi buku yang siap
menampung curahan segala suka dan
dukamu

Mungkin aku bukanlah hujan yang dapat
menyirami semesta Alam tapi aku berusaha
menjadi embun yang menyegarkan jiwamu

Duhai engakau yang masih rahasia aku akan
tetap berusaha membahagiakanmu dengan
segala kemampuanku bahagiamu adalah
senyumku
dukamu adalah perihku

Untukmu Calon Jodohku Yang Tertulis Di
Lauhul Mahfuzd.


BY MAS WID

Khasiat Surah Al-Ikhlas



1) Abu Said Al Khanafi menerangkan :
Surah ini dinamakan AL-Ikhlas ertinya bersih, maka barang siapa yang membacanya dengan hati yang ikhlas, maka ia akan dilepaskan dari kesusahan2 duniawi, dimudahkan di dalam gelomgang sakaratulmaut, dihindarkan dari kegelapan kubur dan kedasyatan hari kiamat.

2)Ibnu Syihah Al-Zukhri menerangkan :
Rasulullah saw bersabda : Sesiapa membaca surah ini seperti membaca sepertiga Al-Quran.

3)Riwayat dari Sayyidina Ali r.a. berkata :
Siapa membaca Surah Al-Ikhlas 11 kali sesudah sembahyang Subuh, maka syaitan tidak akan dapat menggodanya untuk membuat dosa, meski pun syaitan itu bersungguh2 hendak menggodanya pada hari itu.

4)Sayyidah Aisyah menerangkan :
"Dari Nabi Muhammad saw :
Siapa membaca sesudah sembahyang jumaat Surah Al-Fatihah 7x, Surah al-Ikhlas 7x, Surah al-Falaq 7x, Surah an-Nas 7x. Maka Tuhan akanmelindungin­ya dari kejahatan sampai kehari jumaat yang akan datang.

5)Dari Sayyidina Ali r.a. dari Rasulullah saw :
"Siapa yang hendak pergi musafir. Kemudian ketika ia hendak meninggalkan rumahnya, ia membaca Surah al-Ikhlas 11x, maka Tuhan memelihara rumahnya sampai ia kembali."

6)Sayyidina Anas menerangkan dari Rasullullah s.a.w :
"Siapa membaca Surah Al-Ikhlas 30x, maka Tuhan akan menulis barakah, selamat dari api neraka dan aman dari azab pada hari kiamat.


BY MAS WID

Menikah? Siapa Takut

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... 
Islam telah membimbing kita dalam membangun rumah tangga, dimulai dari memilih pasangan hidup. Islam mengikat suami istri dalam ikatan kokoh, menentukan hak dan kewajiban, serta mewajibkan mereka menjaga buah pernikahan ini. Islam juga mengantisipasi segala problema yang dapat menghadang kehidupan rumah tangga secara tepat. Itulah kesempurnaan islam yang sangat indah.

Pernikahan! Kata itu sangat indah didengar tetapi keindahan di dalamnya harus serta-merta dibarengi dengan persiapan. Pernikahan berarti mempertemukan kepentingan-kepentingan dua individu dan bukan mempertentangkannya.

Ketika biduk rumah tangga telah berlayar, apa saja yang bisa anda lakukan di dalamnya? Hari berlalu, pekan berlalu, bergantilah bulan.

Kehidupan rumah tangga tak semuanya bisa dirasionalkan begitu saja, terkadang memerlukan proses kontemplasi yang rumit, memahami dunia baru, memahami suasana jiwa, logika, psikologis dan fisiologis yang bergulir bersama di dalam kehidupan rumah tangga.

Menikah adalah pilihan sadar setiap laki-laki dan perempuan dalam Islam. Seorang laki-laki berhak menentukan pasangan hidup sebagaimana perempuan. Jika kemudian sepasang laki-laki dan perempuan memutuskan untuk saling menerima dan sepakat melangsungkan pernikahan, atas alasan apakah satu pihak merasa terpaksa berada di samping pasangan hidupnya setelah resmi berumah tangga??!! Sebelum terjadinya akad nikah, pilihan masih terbuka lebar, akan tetapi setelah adanya akad nikah, adalah sebuah pengkhianatan terhadap makna akad itu sendiri apabila satu pihak senantiasa mencari-cari keburukan dan kesalahan pasangannya dengan merasa benar dan bersih sendiri. Tentunya hal tersebut merupakan salah satu bentuk penyucian diri, terlebih lagi tindakannya tersebut akan menumbuhkan benih-benih kebencian dalam hati terhadap seseorang yang telah menjadi pilihannya. Allah ta’ala berfirman:

“Janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS. An Najm: 32).

“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah, karena walaupun dirinya membenci salah satu perangainya, tentulah akan ada perangai lain yang disukainya.” (HR. Muslim)

Terlebih dahulu. Karena tujuan kita menikah adalah ibadah, mengabdi pada Allah dan mencapai keridhoan-Nya. Sedangkan hasil akhir dari ibadah itu sendiri adalah mencapai tingkat ketakwaan atau pemeliharaan diri dari segala kemaksiatan, yang akan membawa pemiliknya merengkuh ridho Allah. Berbagai upaya akan ditempuh oleh orang yang ingin mencapai derajat ketakwaan, tidak terkecuali melalui pernikahan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Bertakwalah kamu dimanapun kamu berada, bila kamu berbuat kejahatan, segera iringi dengan perbuatan baik, sehingga dosamu terhapus, lalu pergaulilah manusia dengan akhlaq yang baik.” (HR. Tirmidzi)

Setiap pasangan hendaknya merenungkan bahwasanya ketika mereka menikah, mereka tinggal menyempurnakan “setengah ketakwaan”, apakah “setengah ketakwaan” yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka hendak disia-siakan?

Mari kita belajar membentuk bahtera rumah tangga yang mampu berlayar merengkuh keridhoaan-Nya. Bertakwalah kepada Allah dalam setiap mengambil keputusan dan bersabarlah menghadapi kekurangan dan kelemahan pasangan kita, karena tak ada manusia yang sempurna, teruslah bermuhasabah diri. Mudah-mudahan dengan kesabaran kita, Allah akan memudahkan dan memberikan kebahagiaan dalam rumah tangga kita. Teruslah berusaha melaksanakan semua kewajiban yang Allah bebankan pada kita dengan segala kemampuan dan kekuatan yang ada, Allah-lah sumber kekuatan kita, dengan mengharap ridha-Nya dan cinta-Nya. Berjanjilah, mulai hari ini, bahwa keindahan hidup rumah tangga pada mulanya berasal dari kesadaran anda akan janji besar ini! Dengan demikian, semoga kita mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Semoga Allah mengumpulkan kita dengan pasangan beserta anak-anak kita dalam jannah-Nya. Aamiin.

Wallahu’alam bishshawab, ..


BY MAS WIDD

. Izinkan Aku Menciummu, Ibu

Bismillahir-Rah maanir-Rahim ... 
Sewaktu masih kecil, aku sering merasa dijadikan pembantu olehnya. Ia selalu menyuruhku mengerjakan tugas-tugas seperti menyapu lantai dan mengepelnya setiap pagi dan sore. Setiap hari, aku ‘dipaksa’ membantunya memasak di pagi buta sebelum ayah dan adik-adikku bangun. Bahkan sepulang sekolah, ia tak mengizinkanku bermain sebelum semua pekerjaan rumah dibereskan. Sehabis makan, aku pun harus mencucinya sendiri juga piring bekas masak dan makan yang lain. Tidak jarang aku merasa kesal dengan semua beban yang diberikannya hingga setiap kali mengerjakannya aku selalu bersungut-sungut.

Kini, setelah dewasa aku mengerti kenapa dulu ia melakukan itu semua. Karena aku juga akan menjadi seorang istri dari suamiku, ibu dari anak-anakku yang tidak akan pernah lepas dari semua pekerjaan masa kecilku dulu. Terima kasih ibu, karena engkau aku menjadi istri yang baik dari suamiku dan ibu yang dibanggakan oleh anak-anakku.

Saat pertama kali aku masuk sekolah di Taman Kanak-Kanak, ia yang mengantarku hingga masuk ke dalam kelas. Dengan sabar pula ia menunggu. Sesekali kulihat dari jendela kelas, ia masih duduk di seberang sana. Aku tak peduli dengan setumpuk pekerjaannya di rumah, dengan rasa kantuk yang menderanya, atau terik, atau hujan. Juga rasa jenuh dan bosannya menunggu. Yang penting aku senang ia menungguiku sampai bel berbunyi.

Kini, setelah aku besar, aku malah sering meninggalkannya, bermain bersama teman-teman, bepergian. Tak pernah aku menungguinya ketika ia sakit, ketika ia membutuhkan pertolonganku disaat tubuhnya melemah. Saat aku menjadi orang dewasa, aku meninggalkannya karena tuntutan rumah tangga.

Di usiaku yang menanjak remaja, aku sering merasa malu berjalan bersamanya. Pakaian dan dandanannya yang kuanggap kuno jelas tak serasi dengan penampilanku yang trendi. Bahkan seringkali aku sengaja mendahuluinya berjalan satu-dua meter didepannya agar orang tak menyangka aku sedang bersamanya.

Padahal menurut cerita orang, sejak aku kecil ibu memang tak pernah memikirkan penampilannya, ia tak pernah membeli pakaian baru, apalagi perhiasan. Ia sisihkan semua untuk membelikanku pakaian yang bagus-bagus agar aku terlihat cantik, ia pakaikan juga perhiasan di tubuhku dari sisa uang belanja bulanannya. Padahal juga aku tahu, ia yang dengan penuh kesabaran, kelembutan dan kasih sayang mengajariku berjalan. Ia mengangkat tubuhku ketika aku terjatuh, membasuh luka di kaki dan mendekapku erat-erat saat aku menangis.

Selepas SMA, ketika aku mulai memasuki dunia baruku di perguruan tinggi. Aku semakin merasa jauh berbeda dengannya. Aku yang pintar, cerdas dan berwawasan seringkali menganggap ibu sebagai orang bodoh, tak berwawasan hingga tak mengerti apa-apa. Hingga kemudian komunikasi yang berlangsung antara aku dengannya hanya sebatas permintaan uang kuliah dan segala tuntutan keperluan kampus lainnya.

Usai wisuda sarjana, baru aku mengerti, ibu yang kuanggap bodoh, tak berwawasan dan tak mengerti apa-apa itu telah melahirkan anak cerdas yang mampu meraih gelar sarjananya. Meski Ibu bukan orang berpendidikan, tapi do’a di setiap sujudnya, pengorbanan dan cintanya jauh melebihi apa yang sudah kuraih. Tanpamu Ibu, aku tak akan pernah menjadi aku yang sekarang.

Pada hari pernikahanku, ia menggandengku menuju pelaminan. Ia tunjukkan bagaimana meneguhkan hati, memantapkan langkah menuju dunia baru itu. Sesaat kupandang senyumnya begitu menyejukkan, jauh lebih indah dari keindahan senyum suamiku. Usai akad nikah, ia langsung menciumku saat aku bersimpuh di kakinya. Saat itulah aku menyadari, ia juga yang pertama kali memberikan kecupan hangatnya ketika aku terlahir ke dunia ini.

Kini setelah aku sibuk dengan urusan rumah tanggaku, aku tak pernah lagi menjenguknya atau menanyai kabarnya. Aku sangat ingin menjadi istri yang shaleh dan taat kepada suamiku hingga tak jarang aku membunuh kerinduanku pada Ibu. Sungguh, kini setelah aku mempunyai anak, aku baru tahu bahwa segala kiriman uangku setiap bulannya tak lebih berarti dibanding kehadiranku untukmu. Aku akan datang dan menciummu Ibu, meski tak sehangat cinta dan kasihmu kepadaku...

Wallahua’lam bish Shawwab ....


BY MAS WID

LANGITPUN MENANGIS UNTUKMU

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...
“Berapa jam yang telah kita habiskan dari waktu kita untuk duduk didepan komputer, notebook, netbook, blackberry dalam sehari ? Coba dihitung, jika satu hari 24 jam, dan kita tidur sekitar 6-8 jam, berarti tinggal 16-18 jam waktu yang bisa kita manfaatkan.

Dan coba bandingkan, berapa menit yang kita lalui dari 16-18 jam itu untuk bersama NYA ? jika kita hanya menghabiskan 5 menit tiap shalat, berarti sehari hanya 25 menit. Jika ditambah shalat sunat 5 menit lagi, maka 30 menit. Bayangkan ! hanya 30 menit dari 16-18 jam saat sadar kita. Betapa tidak adilnya kita pada usia kita yang kita cintai seakan kita akan hidup selamanya,”

Kata2 Andita itu masih terngiang ditelingaku. Kami berempat adalah teman akrab sejak kuliah. Teman2 menyebut kami si manis manja group. Tapi meskipun diberi julukan manis manja group, tidak ada yang manja diantara kami.

Soraya gadis tercantik diantara kami, masih keturunan mesir. Kulitnya yang putih, tinggi langsing, dengan rambut yang bergelombang panjang, pantas menjadikannya foto model. Tapi Soraya minta ampun juteknya, sangat cerewet dan perfeksionis. Dia rajin membaca, tapi sebenarnya tingkat kecerdasannya tidak tinggi amat, karena jika tidak belajar, dia benar2 seperti katak dalam tempurung, hah ? hoh ? ooohhh gitu ?

Andita, berwajah manis, bulat, putih, wajahnya khas sekali seperti wanita jawa, seperti ibu Kartini. Namun rambutnya pendek, tomboy, tingginya sedang, cukup berisi tubuhnya, karena rajin naik gunung, dan main basket. Sebenarnya dia paling cerdas, jarang belajar, tapi selalu cum laude. Kalau menjelaskan tentang sesuatu sangat detail, dan senang menganalisa segala sesuatu.

Karin, cantik, lembut, berkulit kecoklatan, tampangnya mirip2 gadis amerika latin yang sensual. Banyak penggemar, karena rajin tebar pesona. Suka cuek, dan jarang belajar.

Karena cowok2 akan datang dan berebut untuk mengajarkan tentang mata kuliah sesuatu untuknya. Dan aku tahu, sebenarnya Karin sudah mengerti, karena dia cukup cerdas, tapi wajahnya yang selalu seakan2 polos dan belum mengerti, membuat senang para cowok itu yang merasa menjadi superior didepan Karin.

Aku sendiri, bernama Jelita, padahal aku sama sekali tidak merasa Jelita. Sehingga aku sering protes pada orang tuaku kenapa aku diberi nama Jelita. Padahal aku bertampang paling biasa2 saja, diantara kami berempat. Mataku memang kecoklatan, karena ayahku bermata coklat.

Tapi kulitku juga kecoklatan cenderung gelap. Tulang pipiku tinggi, dan hidungku tidak terlalu mancung. Yang membuat wajahku agak unik adalah karena kedua bola mataku berjarak agak jauh dibanding kebanyakan orang. dan alis mataku sangat tebal, sehingga semua teman mengatakan wajahku sangat spesial dan berkarakter.

Aku lumayan cerdas, kalau diranking dari kami berempat, aku dibawah Andita. Meskipun aku tidak pernah cum laude seperti Andita, tapi aku cukup terkenal, karena paling suka berorganisasi.

Persahabatan kami tidak putus meskipun kami sudah selesai kuliah sejak 10 tahun lalu. Soraya memutuskan menjadi dokter spesialis kulit, dan sekarang dia menjadi salah satu dokter kebanggaan Fancy clinic, klinik kecantikan yang terkenal di ibukota. Dia sudah menikah dengan pengusaha terkenal, tapi menolak punya anak, karena katanya akan mengganggu bentuk tubuhnya yang sudah menawan.

Andita menghilang, dan hanya menjadi dokter umum, padahal dulu dia yang paling cerdas. Sejak 5 tahun lalu dia ikut suaminya tugas ke Malaysia, anaknya 5 !

Karin, justru yang belum menikah. Padahal dulu yang paling sering gonta ganti pacar adalah Karin. Dia menikmati jadi dokter spesialis Obstetri Ginekologi. Kesibukannya membuatnya tidak lagi tertarik untuk hidup berbagi rupanya.

Aku, hanya mengambil S2 manajemen RS, tidak meneruskan spesialis, karena malas jaga malam. Suamiku seorang dokter bedah yang cukup sibuk, sehingga aku memutuskan untuk lebih punya waktu banyak dengan anak2ku yang berjumlah 2 orang.

Setelah lulus, kami rajin bertemu 3 bulan sekali, kemudian 6 bulan sekali, lama2 setahun sekali. Dan sekarang sejak Andita ke Malaysia, kami juga tidak pernah kumpul2 lagi.

Dan sebulan lalu, tiba2 Andita muncul di Jakarta dan mengajak bertemu. Meskipun aku bertiga dengan Soraya dan Karin, jarang bertemu spesial, tapi pada even2 tertentu, seperti kongres atau reuni angkatan kecil2an, masih suka bertemu.

Andita begitu berubah, dia begitu cantik dengan jilbab panjangnya, bajunya gamis coklat. Warna kesayangannya. Kami terkejut melihatnya berubah. Dia yang paling tomboy bisa berubah seperti ini, dan punya anak 5. Dia yang paling cerdas, memutuskan hanya menjadi dokter umum, dan tidak mengambil spesialisasi.

Aku tertegun. Soraya langsung protes, ” Ngapain sih pake jubah kayak gitu, Ta ? gak modis tahu ?!”

Karin dengan santainya, berujar ” kesambet dimana, Ta ? Malaysia ? hati2 lho jangan ikut2an kelompok macem2, ntar ditangkep ”

Andita hanya tersenyum manis, ” Memang kenapa dengan bajuku ? aneh ?”

Masalah itu kemudian tidak menjadi topik utama, karena kami demikian rindu padanya. Kami saling bercanda, bernostalgia. Tapi memang tidak sepenuhnya konsentrasi.

Soraya asyik dengan blackberrynya, Karin asyik dengan netbooknya dan chatting entah dengan pria mana lagi. Aku sendiri bolak balik buka blackberry karena RS tempatku bekerja sedang akreditasi.

Andita mengalah, ketika kami sedang asyik dengan dunia kami. Dan tiba2 pertanyaan itu mengemuka, “Cintakah kalian pada usia kalian ?” tanya Andita.

Kami serempak bertanya, ” kenapa sih ?”

” Aku cuma melihat, teknologi, ternyata membuat kita menjadi berjarak. Padahal justru teknologi mengaku membuat komunikasi kita menjadi unlimited,” dia menghela nafas.

” Berapa jam kita menghabiskan waktu kita untuk dunia, dan berapa menit kita menghabiskan waktu kita untuk bersamaNYA ?”

Kami terdiam, aku menghitung dalam seminggu ini aku sudah 3x tidak shalat subuh karena kesiangan.

” Apa sih tujuan kita hidup didunia ini ? menjadi dokter adalah anugerah terindah, karena tanpa mengeluarkan biaya, modal, asal ikhlas, kita sudah beribadah menolong orang lain. Betapa sayangnya, amal ibadah horizontal ini, tidak diikuti ibadah vertikal kepadaNYA? Apa yang kita lakukan saat terjaga ? kemana larinya hati jika sendiri ?

Apakah jika ada cobaan saja kita baru ingat padaNya ?”

Dia melanjutkan, ” Pada saat kita ke pemakaman, apa yang terlintas dikepala ? sekedar sedih 1-2 jam, kemudian asyik lagi dengan dunia kita. Tidakkah kita berfikir, bahwa kita akan menyusul kelak? Terbaring sendiri menyatu dengan tanah, tidak ada suami, anak2, orangtua, sahabat. hanya amal kita yang menemani.”

Hari itu diakhiri dengan renungan indah dari Andita, yang cukup menyentak nurani kami. Ya, berapa menit untukNYA, dan berapa belas jam untuk dunia ?

Aku bisa seharian chatting di facebook, milis, daripada ngajarin anak2 belajar. Padahal pelajaran Tahfidz anakku menurun semester ini. Aku memasukkannya ke sekolah islamic internasional, karena aku tidak mau repot ngajar dia sholat dan mengaji.

Tapi, beberapa hari kemudian aku kembali disibukkan dengan pekerjaanku sebagai direktur pelayanan medik, RS terkenal, mahal, hebat dan Megah di Jakarta. Renungan indah dari Andita pun menguap seperti embun yang hilang ketika sinar matahari tiba.

*********
Pagi ini aku bagaikan mendengar petir disiang bolong, ketika telepon Soraya dengan isak tangisnya menyerbu pagi, dan membuatku harus mencubit tanganku berulang kali untuk meyakinkanku bahwa ini bukan mimpi.

” Kamu kemana aja dari semalam ? aku telepon tidak diangkat, telepon kerumah tidak ada. Suamimu pun tidak ada dan tidak angkat telepon. Aku sekarang di Jogja, di RS PKU Muhamadiyah. Andita masuk ICU, sudah tidak sadar. Dari semalam aku sudah disini bersama Karin.”

Aku segera terbang ke Jogja, dan sepanjang perjalanan airmataku tidak bisa berhenti menetes. Aku, si cengeng Jelita, yang selalu sangat sensitif. Aku masih ingat ketika aku dipaksa memutuskan cintaku oleh Soraya dan Karin, karena kekasihku selingkuh, aku menangis selama 2 hari 2 malam.

Ditemani 3 sahabatku. Soraya dan Karin, mengatakan betapa bodohnya aku menangisi laki2 yang tidak pantas. Hanya Andita yang membelai lembut rambutku dan mengatakan, ” Allah sayang sekali pada kalian, sehingga menjaga kalian untuk terhindar dari dosa yang mungkin bisa saja terjadi dalam hubungan kalian.

Engkau adalah sahabatku yang cantik dan baik hati, Rangga juga pemuda yang baik hati.

Tapi Allah punya simpanan buat kalian masing2 nanti, jodoh yang terbaik untuk kalian berdua. Kalau ternyata Rangga adalah jodohmu, pasti kalian akan dipertemukan lagi, dalam ikatan yang lebih di ridhoiNYA”

Ah, Andita …
Sudah setahun ini engkau tinggal di Jogja, dipesisir gunung kidul menjadi dokter umum di daerah yang gersang, kering dan miskin, tapi kami sama sekali tidak tahu.

Dan sebulan lalu saat pertemuan kita yang terakhir, Kami sama sekali tidak menanyakan apa yang terjadi padamu selama 5 tahun ini, tinggal dimana sekarang, apa kabar anak2mu, dan kenapa tubuhmu sangat kurus.

Kami malah asyik bercerita tentang kehidupan kami masing2 selama 5 tahun ini. Soraya asyik bercerita dengan pasiennya yang sangat banyak dan rela antri untuk menunggu 3 minggu sekedar ingin berkonsultasi tentang jerawat dipipinya.

Karin asyik menceritakan bahwa dia sekarang menjadi salah satu dari 4 ahli spesialis wanita yang mendalami endokrinologi reproduksi, bayi tabung, yang menjadi kebanggaan negeri ini, yang sering dipanggil untuk berbicara di forum internasional, yang bertangan dingin, dan banyak pasangan yang berhasil memiliki keturunan karena berobat padanya.

Dan aku si ahli marketing RS yang selalu mempunyai ide original dan innovatif, yang diperebutkan oleh manajemen Rumah sakit2 terkenal.

Kami sama sekali tidak bertanya apapun tentang dirimu !
Seperti biasanya engkau hanya menjadi pendengar yang baik, tersenyum dan melontarkan kalimat2 yang menyejukkan hati.

Aku mendapatinya, terbaring tidak sadar, dengan wajah putihnya yang sekarang tampak tirus. dengan ventilator untuk membantu pernafasan dan jantungnya.

Kenapa Andita ? aku menangis dan memelukmu, ada apa sahabatku ?

Soraya kehilangan sifat perfeksionismenya, dia tampak pucat, tidak berdandan, dia terus membaca Yasin. Karina duduk, diam ditepi tempat tidur Andita, wajahnya mendung penuh duka, dia memeluk si kembar laila dan laili, bungsu dari Andita yang baru berusia 2 tahun.

Suami Andita memeluk kaki andita dan terus menangis.

Kedua orang tua Andita yang sudah tampak renta terlihat tegar dan membacakan Yasin di ujung tempat tidur.

Andita terlahir dari keluarga sederhana di Bantul, Jogjakarta. Kedua orang tuanya guru SD. Dia anak pertama dari 7 bersaudara. Dia berusaha menjadi contoh buat adik2nya. Masa SMP dan SMAnya di kota Jogja, dan setiap pagi dan petang, dia mengayuh sepedanya puluhan kilometer untuk menuntut ilmu.

Kecerdasannya mengirimnya ke sekolah kedokteran di Jakarta dengan beasiswa.

Meskipun dari daerah, dan bahasa jawanya sangat kental, dia tidak pernah minder. Kami semua menyayanginya. Dia menyukai alam, dan sering bepergian naik gunung. Tidak banyak bicara, tapi sekali bicara, begitu tenang dan menyejukkan.

Selama kami bersahabat, 3x kami pergi kerumahnya didesa untuk berlibur. Keluarganya sangat sederhana dan penuh keikhlasan. Sambil kuliah dia masih sempat bekerja menterjemahkan buku2 bahasa inggris untuk kedokteran, dan kadang2 memberikan les inggris untuk anak2 SD dan SMP. Uangnya dikirimkan untuk sekolah adik2nya.

Soraya bercerita sambil terisak diluar kamar, kami berpelukan dan tidak berhenti menangis.

2,5 tahun lalu saat hamil si bungsu kembar, dia terkena kanker payudara. Seharusnya kandungannya digugurkan, karena akan mempengaruhi progresivitas dari kanker payudaranya. Tapi Andita menolak dan memilih meneruskan kehamilannya. Setelah bungsunya lahir, dilakukan operasi pada payudaranya, namun stadiumnya sudah terlanjur memburuk.

Kemotherapinya sudah selesai. Setahun lalu, suaminya minta izin untuk menikah lagi, Andita mengabulkannya, dengan syarat dia ingin pulang ke Indonesia membawa anak2nya. Suaminya mengizinkan Andita pulang. Andita memilih untuk berpisah karena khawatir dia tidak lagi bisa ikhlas melayani suaminya.

Dia merawat kelima anaknya di desa, menjadi dokter umum, pasiennya boleh bayar jika mampu, tidak bayarpun tidak apa2. 3 bulan lalu, sakit kepala yang terus menderanya, membawanya kembali pada kenyataan bahwa sudah terjadi metastasis ke otak.

Dan kami, yang mengaku sahabat terbaiknya, sama sekali tidak tahu apa yang terjadi padanya.

Sebulan lalu dia datang menemui kami, sebenarnya ingin mengatakan bahwa dia kesulitan keuangan untuk operasi, terjadi beberapa opini yang berbeda dari dokter bedah syaraf di Jogja, sebagian mengatakan tumor primer, sebagian mengatakan metastasis. Sehingga ada yang menganjurkan untuk operasi, ada yang mengatakan hanya perlu di kemotherapi ulang.

Tapi dia tidak sanggup mengatakannya pada kami, Adiknya mengatakan dia pulang dengan tangan hampa namun tersenyum, “aku tidak sanggup mengganggu kebahagiaan sahabat2ku dengan ceritaku dan kesulitanku.”

Aku menyesali kebodohanku, padahal pertanyaan itu sudah diujung lidahku, “kenapa sekarang kamu kurus sekali, Dita?” tapi aku tidak bertanya dan malah asyik kembali bercerita.

Betapa sulitnya untuk menjadi pendengar, tapi Andita telah sabar menjadi pendengar kami, meskipun dia sedang sakit dan membutuhkan bantuan.

Jangan pergi, Andita, engkau sahabat terbaik kami, maafkan kami ...

Engkau yang melindungi Soraya saat dia ketahuan mencontek ujian histologimu, soraya panik dan belum sempat belajar, namun engkau mengatakan engkau yang tidak bisa dan mencontek pekerjaan Soraya.

Andita yang pemberani, dan menghajar laki2 yang sengaja menghimpit Karin di bis. Andita yang selalu bisa mengerti aku yang sering menangis meskipun hanya akibat masalah2 sepele.

jangan pergi, Andita… Kami sangat mencintaimu….

*********
Langit sangat mendung seakan berduka, penghuni langit menangis mengantar kepergianmu.

Siapakah engkau, Andita ? apa amalan yang engkau bawa, sehingga engkau pergi dihari Jumat, hari terbaik. Hari dimana bumi diciptakan, hari dimana nabi Adam diciptakan dan hari dimana nabi Adam meninggal.

Ratusan orang men-shalat-kan jenazahmu, ratusan orang mengantar kepergianmu. Padahal engkau hanyalah wanita kurus yang terbungkus jilbab panjangmu dan gamis, yang mencerminkan kebersahajaanmu.

Engkau bukan Soraya, dokter spesialis kulit terkenal yang cantik dan modis, yang kehadirannya membuat iri para wanita lain. Yang pasiennya sangat banyak dan rela antri.

Engkau juga bukan Karin, si dokter ahli kandungan yang bertangan dingin, yang menjadi pujaan pasien2nya yang ingin punya keturunan, dan aset berharga yang dimiliki negeri ini.

Engkau bukan Jelita, yang kemampuan strategi pemasarannya mengantarkan pada posisi yang paling diinginkan dokter2 ahli manajemen Rumah Sakit, menjadi salah satu direktur pelayanan medik RS terkenal, mahal dan megah di Ibukota.

Amalan apa yang engkau bawa, sahabatku, sehingga wajahmu bersinar cantik saat kepergianmu, kembali kepadaNYA ?

Kami sungguh iri padamu, yang selalu ikhlas, dan berhati putih…

Selamat jala, sahabat terbaik kami…. Kami berjanji akan menjaga kelima malaikat kecilmu ...

Selamat jalan jiwa yang tenang dan diridhoiNYA. ...

Wallahu’alam bishshawab, ..
Wabillahi Taufik Wal Hidayah, ...

Salam Terkasih ..
Dari Sahabat Untuk Sahabat ...

... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...

~ o ~

Salam santun dan keep istiqomah ...

--- Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini ... Itu hanyalah dari kami ... dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan ... ----







BY MAS WID

KISAH NYATA KEAJAIBAN DAN KEHEBATAN SHOLAT TAHAJUD

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... 
Jam menunjukkan angka 4 pagi. Suasana hening. Tak ada yang bergerak kecuali dedaunan pohon yang ditiup oleh angin malam hari. Ujung-ujung dahan merangkul jendela rumahku.

Tiba-tiba alarm berbunyi. Khadijah langsung mematikan alarm. Bangun dan bergegas ke kamar mandi. Langkahnya begitu berat karena ia tengah mengandung 8 bulan. Perutnya semakin membesar dan kakinya membengkak. Mudah lelah, nafasnya berat dan wajahnya pucat, matanya membengkak karena banyak menangis.

Ia tetap bangun malam itu, padahal adzan subuh masih satu jam lagi. Khadijah adalah teman dekatku, usia perkawinannya sekitar tiga tahun. Pada saat diberitakan positif hamil, ia dan suaminya sangat girang membayangkan segera dapat menggendong anak pertamanya.

Namun pada beberapa bulan usia kehamilannya di saat visit ke dokter spesialis kandungan, setelah mendapatkan pemeriksaan sebagaimana biasa, lalu dokter tersebut mengatakan bahwa bayi yang dikandungnya mengalami kelainan organik, hanya memiliki satu ginjal!

Subhanallah, ini terjadi di negeri Barat, yang ilmu kedokterannya sangat maju. Tetapi para dokternya tidak memiliki perasaan manusiawi sedikitpun, salah satu korbannya adalah temanku Khadijah yang secara psikologis menjadi takut dan mencekam setelah mendengar vonis dokter perihal bayinya.

Khadijah keluar dari pemeriksaan dengan wajah yang layu. Seperti orang yang linglung tidak tahu bagaimana bisa sampai ke rumah, kelahiran pertama dengan bayi yang hanya memiliki satu ginjal? Apa yang harus dilakukan? Ataukah dokternya yang salah mendiagnosa?

Khadijah dan suaminya tetap berikhtiar ke dokter lain, tetapi tetap saja mereka menjelaskan diagnosa yang sama, satu ginjal!!! Setiap kali visit ke dokter harapannya semakin tipis, hingga akhirnya ia pasrah menerima kenyataan.

Dokter terakhir yang menjadi langganannya mengatakan bahwa hendaknya ia jangan membuat dirinya menjadi lelah dan stres, karena hal itu tidak akan merubah keadaan anaknya.

Setelah itu ia sadar bahwa tidak ada yang dapat diperbuat olehnya melainkan menghadap Allah dengan doa. Sejak saat itu ia selalu bangun di sepertiga malam untuk tahajud dan mendoakan anak yang kelak akan dilahirkannya, ia yakin dengan firman Allah,

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS Al Baqarah 2:186)

“Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.” (QS Al-An’am :t 17)

“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yunus: 107.)

“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”. ((Q.S Al Mukmin : 60)

Juga Rasulullah SAW bersabda,

“Setiap malam Allah Ta’ala turun ke langit dunia, ketika datang sepertiga malam terakhir, lalu Allah berfirman, “Barang siapa yang berdoa kepada-Ku akan Aku kabulkan, siapa yang meminta kepada-Ku, Aku berikan, siapa yang memohon ampun kepada-Ku Aku ampuni”. (HR Bukhari Muslim).

Khadijah yakin tidak ada tempat untuk mengadu kecuali kepada-Nya, karena itu ia tidak ragu-ragu untuk selalu bangun satu jam sebelum fajar atau lebih. Meskipun kehamilannya menyebabkan lelah dan kurang tidur.

Setiap malam selalu bangun di sepertiga akhirnya, sujud di tempat shalat dengan penuh khusyu, seraya memohon kepada Allah agar dikaruniai seorang putri yang sehat dengan ginjal normal (dua ginjal). Ia terus berdoa dengan suara yang lirih.

Tangisnya membasahi alas sujudnya. Tidak luput semalam pun dan tidak bosan sedikitpun dari sujud dan ruku’. Meskipun melakukannya dengan susah payah, ia tidak surut dari usahanya dan tidak mengeluh sedikitpun.

Setiap kali dokter kandungan memberitahukan hasil pemeriksaan, semakin bertambah semangatnya untuk qiyamullail di sepertiga malam terakhir.

Suaminya sangat iba kepadanya setiap malam bangun untuk bermunajat, sang suami khawatir istrinya depresi ketika putrinya lahir dengan satu ginjal. Namun ia sadar bahwasanya Allah SWT terkadang mengabulkan doa di akhir (last minutes), sebagaimana Rasulullah SAW bersabda dari Abu Said Al-Khudry,

“Tiada seorang muslim berdoa dengan doa yang tidak mengandung unsur dosa dan memutus silaturahim, melainkan Allah berikan kepadanya tiga kemungkinan: dipercepat pengabulan doanya, ditangguhkan pengabulan doanya sampai di akhirat nanti, atau dihindarkan dari keburukan sebanding dengan kebaikan yang diminta. Para sahabat berkata, “Kalau begitu kita minta sebanyak-banyaknya.” Nabi bersabda, ”Allah lebih banyak lagi (karunia-Nya).” (HR. Ahmad).

Ia selalu mengingatkan suaminya bahwa tidak ada jalan baginya kecuali meminta kepada Allah. Jika tidak meminta kepada Allah, kepada siapa lagi kita meminta? Sebagaimana syair mengatakan:

Jangan meminta sesuatu kepada anak Adam ..
Mintalah kepada Yang pintu-Nya tak tertutup ...

Allah marah jika Anda tidak meminta-Nya ..
Sedang anak Adam marah jika diminta ...

Bagaimana Anda tidak meminta kepada Allah SWT, sementara Rasulullah telah meriwayatkan dari Tuhan melalui hadits qudsi,

“Hai hambaKu, seandainya yang pertama dari kalian dan yang terakhir dari kalian, seluruh manusia dan jin berdiri di satu tempat, lalu mereka meminta kepadaku, maka akan aku kabulkan permintaannya masing-masing, tidak ada yang berkurang sedikitpun dari-Ku, kecuali seperti berkurangnya air laut ketika jarum dimasukkan ke dalamnya lalu diangkatnya” (HR. Muslim)

Dua pekan sebelum kelahirannya, Khadijah datang ke rumahku. Ketika masuk waktu Zhuhur kami shalat berjamaah. Ketika aku bangun dari shalat, tangannya merengkuh tanganku seraya berkata bahwasanya ia merasakan sesuatu yang aneh.

Lalu kami segera pergi ke rumah sakit, ternyata hal itu adalah tanda-tanda akan melahirkan. Aku berdiri di sampingnya. Ia terus banyak berdoa dan memohon semoga anaknya yang lahir selamat dan normal dengan dua ginjal.

Setelah berjuang antara hidup dan mati, putrinya pun lahir, ia memberinya nama “Fatimah”. Fatimah lahir dengan berat badan yang kurang, posturnya kecil, akibat dari hanya satu ginjal yang dimilikinya. Khadijah menangis dan aku pun tak kuasa menahan tangis, karena membayangkan bagaimana Fatimah dapat hidup dengan hanya satu ginjal?

Tiba-tiba dokter datang dan yang mengejutkan dokter tersebut berkata bahwa ternyata Fatimah kondisinya sehat dan yang lebih mengagetkan lagi dokter menyatakan bahwa ternyata ginjalnya dua (normal). Kami terhenyak sejenak seperti tak percaya dengan semua ini. Subhanallah! Alangkah Penyayangnya Allah kepada makhluk-Nya.

Kini Fatimah berumur 5 tahun, semoga Allah melindunginya dan menjadikannya sebagai penyedap mata bagi yang memandangnya.

Wallahu’alam bishshawab


BY MAS WID

TOLONG JAGA MATA SAYA BAIK-BAIK

 Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...
 Ada seorang gadis buta yang membenci dirinya sendiri karena dia buta. Dia membenci semua orang, kecuali pria kekasih tercintanya. Dia selalu ada untuknya. Gadis itu mengatakan kalau seandainya dia bisa melihat, maka dia akan menikahi pria kekasihnya itu.

Suatu hari, seseorang mendonasikan sepasang matanya untuknya agar dia bisa melihat segalanya, termasuk kekasihya itu. Kekasih prianya itu bertanya padanya, “karena sekarang kau sudah bisa melihat, apakah sekarang engkau mau menikahiku?”.

Gadis itu shock dan kaget karena kekasihnya itu ternyata juga buta, dan dia menolak untuk menikahinya.

Pria itu pun pergi dengan berderai air mata, dan beberapa waktu kemudian dia menuliskan surat untuk gadis itu ... “TOLONG JAGA MATA SAYA BAIK-BAIK …..”

----
Beginilah manusia berubah ketika status mereka berubah .. Hanya beberapa orang yang mengingat seperti apa hidupnya dahulu, dan siapa yang telah menemaninya pada saat-saat menderita ...



BY MAS WID

SEBUAH KISAH NYATA, .. 4 KALI MENGALAMI SIKSA SAKARATUL MAUT

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... 
Sakratul maut merupakan sebuah peristiwa luar biasa berat yang dihadapi oleh setiap manusia. Biasanya, keadaan sakratul maut yang dihadapi oleh seseorang ditentukan oleh amal perbuatannya selama hidup di dunia.

Bagi orang-orang yang hidupnya penuh dengan maksiat, dapat dipastikan orang tersebut akan menghadapi sakratul maut dengan berat dan menyakitkan. Tetapi, bagi orang yang selama hidupnya taat beribadah kepada Allah swt, insya Allah sakaratul maut yang
dihadapinya lebih ringan.

Cerita ini merupakan kisah nyata yang saya dapatkan dari seorang kawan saya yang bekerja di rumah sakit di Jawa Timur, Ia bernama Abdul Ghofur. Di rumah sakit tersebut Ghofur bekerja sebagai pembimbing rohani yang bertugas memberikan bimbingan agama Islam kepada para pasien.

Salah satu tugasnya adalah menemani dan membimbing orang-orang yang sedang mengalami sakratul maut.

Menurut, certanya ini merupakan pengalaman unik satu-satunya yang pernah ia temui selama dua tahun bertugas membimbing orang-orang sakit dan orang-orang yang sedang mengalami sakratul maut. Ghofur meminta kepada penulis untuk mengganti nama pasien dan merahasiakan nama daerah kejadian.

Pada suatu pagi di tahun 1999 yang lalu, seperti biasa, Ghofur pergi kerumah sakit tempatnya bekerja. Rupanya, hari itu datang seorang pasien baru, yang bernama Romi. Pasien tersebut menderita penyakit Leukimia yang sudah parah.

Menurut keluarganya, sebelum dibawa kerumah sakit Romi sudah satu bulan dirawat di rumahnya. Karena semangkin hari sakit yang dideritanya semakin parah, para tetangga memberikannya saran kepada keluarganya agar secepatnya membawa Romi ke rumah sakit.

Sampai dirumah sakit, Romi langsung dirawat di ruang ICU, tubuhnya yang besar tampak pucat dan lemah, tetapi sorot matanya seolah tidak mau diam. Dihidungnya terpasang pipa oksigen, dan tangannya terpasang pipa infus.

Seperti para pasien lainnya, beberapa jam setelah Ia masuk rumah sakit dan mendapatkan perawatan secukupnya dari para dokter, Romi mendapat bimbingan agama Islam dari rumah sakit itu. Kebetulan Ghofur lah yang mendapatkan tugas membimbing laki-laki yang bertubuh besar itu.

Ketika pertama kali Ghofur mendatangi Romi. Romi sudah menunjukan sikap yang kurang bersahabat, tidak seperti pasien lain yang selalu merasa senang didatangi petugas rumah sakit.

Ghofur sempat merasa sedikit takut melihat wajah pasien yang tidak sedikitpun memberikan senyum kepadanya. Apa lagi ketika Ghofur melihat sekujur tubuh lelaki itu dipenuhi dengan berbagai gambar tato. Sisa-sisa bekas tato yang keras dan besarpun masih sedikit tampak pada tubuh itu, seolah memberi isyarat siapa laki-laki itu sebenarnya.

Setelah mengucapkan salam dan memperkenalkan diri, Ghofur pun mulai memberikan bimbingan agama Islam kepada Romi.

“Sebagai sesama muslim saya hanya mengingatkan, banyak-banyaklah berdo’a, sebab semua penyakit itu datangnya dari Allah, sehingga hanya Allahlah yang mampu mencabut kembali. Jangan lupa pula beristigfar. Kita sebagai manusia tentu tidak luput dari segala dosa dan kesalahan.

Mudah-mudahan saja dengan istigfar Allah mau mengampuni dosa-dosa yang pernah kita perbuat,” ucap Ghofur mencoba memulai memberikan bimbingan keagamaannya.

“Sudah mas? Kamu itu emangnya siapa ? Saudara saya bukan, tetanggapun bukan, berani benar menasehati saya!” ujar Romi kesal.

Ghofur terkejut mendengar sambutan yang tidak bersahabat dari pasien baru itu, ia tidak menyangka seorang pasien yang terkulai lemah tanpa daya masih menunjukan kesombongannya di hadapan orang lain, terlebih dihadapan orang yang berniat membantu memberikan bimbingan keagamaan kepadanya.

“Saya hanya hamba Allah yang kebetulan di tugaskan memberikan bimbingan keagamaan kepada sertiap pasien yang beragama Islam. Saya hanya mneginginkan setiap pasien merasa tentram dan nyaman hatinya meskipun sedang sakit,” Jawab Ghofur merendah.

“Mana ada orang sakit yang tenteram dan nyaman, kalau orang macam begitu ‘sok memberikan nasehat seperti itu. Kalau kamu mau berkhotbah di masjid, jangan bawa-banwa khotbah kesini!”. Ujar Romi dengan marahnya.

Ghofur tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Ia hanya dapat bersabar sambil tidak berhenti-hentinya mengucapkan istighfar dalam hati.

“Baiklah kalau anda merasa terganggu dengan kehadiran saya, saya minta maaf. Saya hanya bisa mendo’akan semoga anda lekas sembuh”, ucap Ghofur mengakhiri percakapan diantara mereka. Ghofurpun berlalu meninggalkan lelaki yang tampak masih kesal itu.

Rupanya sakit yang diderita oleh Romi terbilang sudah sangat parah, sehingga peluang untuk sembuh sangat kecil. Bahkan, satu minggu setelah kedatangannya di rumah sakit, sakit Romi akhirnya tidak bisa ditolong lagi.

Pada siang yang panas itu, Romi harus berjuang menghadapi pedih dan sakitnya sakratul maut.

Beberapa perawat (suster) dan keluarga Romi ikut membantu menemani Romi menghadapi sakratul maut. Tidak ketinggalan, Ghofur juga di tugaskan membimbing lelaki itu mengajarkan kalimat-kalimat talkin, agar sakratul maut yang dihadapinya bisa lebih mudah. “Laa ilaaha illallah, laa ilaaha illallah …,” bisik Ghofur berulang-ulang ditelinga Romi. Para perawat dan keluarga Romi ikut membimbing Romi mengucapkan talkin.

Romi Tak dapat berbuat apa-apa. Ia hanya mengerang menahan sakit dengan membuka mulut lebar-lebar, seolah menjerit kesakitan. Begitupula matanya membelalak terbuka lebar, seperti orang yang sangat ketakutan.

“Nyebut-nyebut, Rom. Nyebut!” Ujar ibunya meminta anaknya menyebut kalimat-kalimat talkin. “Laa ilaaha illallah, laa ilaaha illallah …” Ghofur terus mmebisikan talkin di telinga Romi.

Meskipun orang disekeliling Romi terus berusaha mengajarinya mengucapkan talkin, tetapi Romi tetap saja tidak mampu mengucapkannya. Dari mulutnya hanya terdengar erangan-erangan berat menahan rasa sakit yang amat sangat.

Waktu terus berlalu, setelah beberapa jam menahan pedihnya sakratul maut, akhirnya Romi menghebuskan nafas terakhirnya, dengan erangan panjang yang sangat memiriskan hati orang-orang yang melihat dan mendengarnya.

“hhhrrrrrrggggggghhhhh ….!” Suara erangan panjang dari suara Romi. “Alhamdulillah …” Ucap Ghofur dan para perawat menunjukan rasa syukur atas berakhirnya penderitaan yang dialami Romi dalam menghadapi sakratul maut.

Ghofur segera mengusap wajah Romi untuk menutup matanya yang masih terbelalak lebar. Para perawatpun mulai sibuk membuka pipa oksigen yang terpasang di hidungnya dan pipa infus yang terpasang di tangannya. Semua orang yang hadir di ruangan itu yakin kalau Romi memang sudah meninggal.

Setelah semua peralatan yang semula terpasang di tubuh Romi di lepas para perawat segera meninggalkan ruangan. Sementara itu Ghofur segera menutup jasad Romi dengan kain putih, menunggu ambulan yang akan membawanya setelah keluarga Romi mengurusi semua biaya perawatan Romi di rumah sakit tersebut.

Kira-kira sepulu menit setelah melepas nafas terakhirnya, tiba-tiba tubuh Romi yang tertutp kain putih itu bergerak-gerak kembali. Ghofur dan keluarga Romi yang kebetulan masih berada di ruang itu terkejut bukan kepalang.

Ghafur setelah mendatangi tubuh yang dikiranya sudah mati itu. Ia membuka kain putih penutup tubuh Romi yang kesakitan menahan pedihnya sakratul maut pertama tadi. Ghafur terheran-heran, sebab ia yakin tadi Romi benar-benar sudah meninggal.

Pengalamannya selama ini dalam membimbing orang sekarat telah membuatnya hapal benar, bagaimana keadaan orang yang melepaskan nafas terakhirnya dan mati. Tetapi kini keajaiban telah terjadi di depan matanya.

Ghafur segerah memanggil para perawat dengan menekan tombol yang ada di dinding ruang itu. “Dia hidup lagi,” Kata Ghafur kepada para perawat yang tergesa-gesa masuk ruangan.

Para perawat segera memasangkan kembali pipa infus dan oksigen ketangan dan kemulut Romi. Ghafur kembali membimbing Romi dengan membisikan kalimat Talkin ke telinga lelaki yang kesakitan itu.

“Laa illaha illallah, laa ilaaha illallah …” bisik Ghafur berulang-ulang. Keluarga Romipun ikut membantu membimbing mengucapkan kalimat-kalimat talkin. Akan tetapi, Romi tetap saja tidak mampu mengucapkannya. Ia hanya terus mengerang, menahan rasa pedih yang sungguh menyakitkan. Mata dan mulutnya terbuka lebar.

Ibu Romi tidak dapat menahan tangisnya menyaksilan anaknya menderita kesakitan menghadapi sakratul maut. Wanita itu menatap anaknya dengan tatapan sayu sambil sekali-kali menyeka air mata yang terus merembes di sudut matanya.

“Hhhhrrrgggrgrggggghhhhh …” Orang yang hadir di ruangan itu merasa lega melihat Romi mengakhiri penderitaan sakratul mautnya. Ghofur dan para perawat memeriksa dengan teliti tubuh Romi untuk memastikan keadaan Romi yang sebenarnya.

Ternyata secara medis Romi memang sudah tidak bernyawa. Tetapi para perawat tidak mau mencabut dulu pipa infus dan oksigen yang menempel di tubuh Romi, karena khawatir kalau-kalau kejadian seperti tadi terulang lagi.

Akhirnya jasad Romi dibiarkan beberapa saat di tempat tidurnya. Kurang lebih sepuluh menit kemudian, jasad itu bergerak-gerak kembali, seolah ada ruh baru yang dimasukan kembali ke jasad yang sudah meninggal itu.

Orang-orang yang hadir di ruangan itu segera mengerumuni jasad Romi lagi, mereka kembali membimbing Romi yang kesakitan. Setelah lebih dari dua jam, Jasad Romi baru bisa mengembuskan nafasnya yang terakhir.

Ghofur dan para perawat kembali memeriksa kondisi jasad Romi, Setelah memastikan jasad itu sudah meninggal, mereka membiarkan lagi jasad itu tergeletak di atas tempat tidurnya. Mereka tetap khawatir kalau-kalau jasad itu bergerak kembali.

Ternyata dugaan mereka benar. Setelah sepuluh menit dibiarkan, lagi-lagi jasad Romi bergerak dan mulutnya mengerang kesakitan. Persis kejadian sebelumnya, orang-orang disekitar ruangan itu berusaha membimbing Romi, tapi Romi tetap saja menahan kesakitan.

Dua jam kemudian Romi benar-benar menghembuskan nafasnya yang terakhir, setelah empat kali merasakan pedihnya sakratul maut.

Jasad Romipun dibiarkan di tempat tidurnya, mereka khawatir kalau-kalau jasad Romi kembali bergerak. Tetapi setelah berjam-jam dibiarkan dan tidak bergerak kembali, para perawat segera mencabut pipa infus dan oksigen dari tangan dan mulut Romi.

Ghofur yang sudah berpengalaman menangani orang-orang yang sedang sakratul maut, yakin kalau kejadian yang baru saja disaksikan merupakan kehendak Allah atas perbuatan yang dilakukan Romi selama masa hidupnya.

Ghofur tahu, biasanya keadaan sakratul maut seseorang menjadi cermin dari perbuatan semasa hidup. Karena itu Ghofur ingin sekali mengetahui bagaimana kehidupan Romi semasa hidupnya.

Sebelum kelaurga Romi membawa jasad Romi pulang ke rumahnya, Ghofur sempat mendatangi keluarga Romi. Kepada mereka Ghofur terus terang bertanya apa yang telah dilakuakan oleh Romi sehinga ia harus mengalami penderitaan yang bergitu berat dalam menghadapi sakratul maut.

Kepada Ghofur akhirnya salah seorang keluarga Romi menceritakan bahwa anaknya selama hidupnya penuh dengan perbuatan maksiat. Setiap hari anaknya mencari uang dengan cara memaksa orang-orang di pasar untuk memberikan uang kepadanya.

Hampir semua orang dipasar takut kepadanya. Selain itu juga anaknya suka berjudi dan mabuk-mabukan. Setiap malam, anaknya menghabiskan waktunya di meja judi ilegal dibelakang pasar, dan pulang ke rumah dalam keadaan mabuk
berat.

Dari cerita yang diuangkapakan oleh keluarga Romi itulah kini Ghofur tahu apa yang selama hidupnya dikerjakan oleh Romi. Maka tidak heran jika ketika menghadapi sakratul maut, ia merasakan kepedihan yang amat sangat, kerena harus merasakan ruhnya di cabut sebanyak empat kali.

Semoga kisah ini memberikan iktibar atau pelajaran bagi kita semua. aamiin ...



BY MAS WID

KISAH SEORANG PENCURI DAN SHALAT MALAM

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... 
Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Memuliakan. Oleh karena itu, Dia berhak memuliakan siapa saja dari hamba-Nya yang dikehendali-Nya.

Akan tetapi hal ini tidak terlepas dari ketaatan si hamba itu sendiri dalam beribadah kepada-Nya. Dari situ, jika kita ingin dimuliakan Allah SWT, maka kita harus rajin beribadah kepada-Nya dan memperbanyak amal saleh.

Seperti Kisah berikut ini antara seorang pencuri dan orang yang beriman yang bernama Ahmad ibnu Khuzruya.

Pada suatu malam, seorang pencuri telah memasuki rumah Ahmad. Dengan lihainya si pencuri itu menggeledah seluruh barang yang dimiliki Ahmad. Tetapi, betapa kecewanya si pencuri itu karena ia tidak menemukan apa-apa di dalam rumah.

Maka ia pun segera beranjak pergi meninggalkan rumah Ahmad.
Ketika hendak melangkahkan kakinya keluar pintu rumah, Ahmad segera memergokinya dan memanggilnya, ..

"Wahai pemuda, Ambillah air di dalam sumur dengan timba lalu bersihkanlah dirimu (wudhu) dan shalatlah. Nanti jika aku medapatkan sesuatu, maka akan kuberikan kepadamu semuanya agar kamu tidak keluar dari rumah ini dengan tangan kosong."

Bukan main terkejutnya pencuri itu, ditambah dia merasa keheranan dengan perkataan Ahmad ibnu Khuzuruyah. Si pencuri segera mengambil air wudhu dan mengerjakan shalat malam.

Ketika pagi harinya, tiba-tiba saja ada seorang laki-laki datang kepada Ahmad dengan membawa uang 100 dirham untuk diberikan kepada beliau. Setelah uang itu berada di tangan Ahmad, beliaupun lalu memberikan uang itu kepada si pencuri seraya berkata, "Ambillah uang ini sebagai hadiah dari shalatmu tadi malam."

Setelah mendengar perkataan Ahmad, hati dan seluruh tubuh pencuri itu menjadi bergetar. Tanpa disadari, air mata pun telah menetes di pipinya. Lalau si pencuri berkata,

"Sesungguhnya aku telah menempuh jalan yang salah, tetapi hanya dengan shalat satu kali saja, Allah SWT telah memberikan anugerah kepadaku sebanyak ini. Sungguh aku orang yang tidak tahu malu."

Setelah peristiwa di pagi itu, si pencuri benar-benar ingin bertaubat dari segala apa yang diperbuatnya selama ini dan ingin kembali ke jalan yang benar. Bahkan ia pun menolak uang pemberian dari Ahmad Ibnu Khusruya dan ingin menjadi murid beliau untuk belajar agama Islam.

Demikianlah kisahnya ...

... Jika Allah SWT sudah berkehendak untuk memuliakan seseorang, maka Dia pun akan memberikan hidayah dan kemudahan kepadanya dalam menjalankan syariat-Nya, seperti dalam kisah shalat malam di atas ...

Wallahu’alam bishshawab, ..


BY MAS WID

KISAH MALAIKAT IZRAIL MENCABUT NYAWANYA SENDIRI

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... 
Pada pagi hari ini DC ingin berkisah tentang malaikat, seorang malaikat yang disuruh Allah SWT untuk mencabut nyawanya sendiri.

Bagaimanakah rasanya jika si pencabut nyawa mencabut nyawanya sendiri?

Kenapa tidak dicabut oleh malaikat Izrail? ya karena yang dicabut nyawanya adalah ya malaikat izrail itu sendiri. Karena begitu taatnya malaikat kepada Allah SWT, maka dicabut jualah nyawanya sendiri itu.

Inilah Kisahnya ...

Adalah Malaikat Izrail yang telah diberi tugas oleh Allah SWT sebagai malaikat pencabut nyawa. Kelak pada saat Malaikat Israfil yang bertugas meniup terompet sangkakala, maka nanti kiamat akan terjadi. Saat itu semua yang hidup akan mati.

Hari itu kiamat telah tiba, dan sang sangkakala pun ditiuplah sebanyak tiga kali.

Tiupan sangkakala pertama - (Tiupan mengejutkan)
Tiupan sangkakala kedua - (Tiupan mematikan)
Tiupan sangkakala ketiga - (Tiupan membangkitkan)

Nah, pada saat sangkakala ditiup oleh malaikat Israfil, maka matilah semua makhluk, kecuali: ...

1. Malaikat Jibril.
2. Malaikat Izrail.
3. Malaikat Israfil.
4. Hamalatul Arsy.

Kemudian Allah SWT memerintahkan kepada Malaikat Izrail untuk mencabut roh-roh semua malaikat-malaikat di atas. Dan malaikat Izrail melaksanakan perintah Allah SWT tersebut.

Setelah ketiga malaikat tadi sudah dicabut, giliran Malaikat Izrail, hanya ada Allah SWT dan malaikat Izrail saja setelah itu.

Allah SWT berfirman, ..

"Hai Malakul maut (malaikat izrail), tidakkah kamu mendengar FirmanKu, Kullu Nafsin Dza'iqatul maut, tidakkah engkau tahu setiap yang bernyawa itu akan merasakan mati."

Allah SWT berfirman lagi, "Aku jadikan engkau untuk tugas itu dan engkau juga harus mati."

Dalam riwayat lain diceritakan bahwa ketika Allah SWT memerintahkan Malaikat Izrail untuk mencabut nyawanya sendiri. Maka pergilah Malaikat Izrail ke sebuah tempat antara surga dan neraka. DI tempat itulah Malaikat Izrail mencabut rohnya sendiri.

Saat rohnya dicabut, maka menjeritlah Malaikat Izrail dengan sangat keras, bahkan dengan jeritannya itu bila masih ada makhluk yang hidup, maka dia akan binasa, karena jeritannya super dahsyat.

Malaikat Izrail berkata, ..

"Kalaulah aku tahu bagaimana sakitnya saat roh dicabut, maka aku sudah barang tentu akan mencabut roh orang-orang mukmin dengan cara yang paling lembut sekali."

Setelah Malaikat Izrail mati, maka tinggal Allah SWT sajalah yang Maha Berdiri, Maha Esa, Maha Berkuasa, Maha dan Maha lainnya.

Manusia Dibangkitakan. ...
Nah, setelah hanya Allah SWT saja yang ada, maka Allah SWT kemudian menghidupkan Malaikat Israfil dan Hamalatul Arsy. Allah SWT memerintahkan Malaikat Israfil untuk meletakkan terompet sangkakala di mulutnya, menunggu perintah Yang Maha Kuasa selanjutnya (belum ditiup).

Kemudian malaikat ketiga yang dihidupkan Allah SWT adalah Malaikat Jibril, dan yang keempat Malaikat Mikail. Dan setelah Malaikat Jibril dan Mikail dihidupkan. Allah SWT memerintahkan Malaikat Jibril dan Malaikat Mikail untuk pergi ke makam Rasulullah SAW dengan membawa perhiasan-perhiasan dari surga dengan mengendarai BUROQ (Sejenis hewan tunggangan Rasulullah SAW pada saat Isra' Mi'raj).

Kemudian Allah SWT menghidupkan Nabi Muhammad SAW, barulah kemudian semua manusia dihidupkan.

Semua manusia keluar dari dalam perut bumi dalam keadaan telanjang bulat, berjalan menuju Tuhan mereka. Kemudian mereka (manusia) berhenti di suatu tempat selama 70 tahun dan Allah SWT membiarkan mereka. Hanya isak tangis, banjir air mata hingga sampai mulut manusia itu sendiri. (Riwayat Abu Hurairah ra).

Wallahu’alam bishshawab, ..



BY MAS WID

KEKUATAN TANPA KEKERASAN

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... 
Seseorang pernah bercerita … Waktu itu saya masih berusia 16 tahun dan tinggal bersama orang tua di sebuah lembaga yang didirikan oleh kakek saya, di tengah-tengah kebun tebu, 18 mil di luar kota Durban, Afrika Selatan.

Kami tinggal jauh di pedalaman dan tidak memiliki tetangga. Tak heran bila saya dan dua saudara perempuan saya sangat senang bila ada kesempatan pergi ke kota untuk mengunjungi teman atau menonton bioskop.

Suatu hari, ayah meminta saya untuk mengantarkan beliau ke kota untuk menghadiri konferensi sehari penuh. Dan saya sangat gembira dengan kesempatan itu.

Tahu bahwa saya akan pergi ke kota, ibu memberikan daftar belanjaan yang ia perlukan. Selain itu, ayah juga meminta saya untuk mengerjakan beberapa pekerjaan yang lama tertunda, seperti memperbaiki mobil di bengkel.

Pagi itu, setiba di tempat konferensi, ayah berkata, “Ayah tunggu kau disini jam 5 sore, lalu kita akan pulang ke rumah bersama-sama.” Segera saja saya menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang diberikan ayah dan ibu saya.

Kemudian, saya pergi ke bioskop. Wah, saya terpikat dengan John Wayne sehingga lupa waktu. Begitu melihat jam menunjukkan pukul 5:30, langsung saya berlari menuju bengkel mobil dan terburu-buru menjemput ayah yang sudah menunggu saya. Saat itu sudah hampir pukul 6:00.

Dengan gelisah ayah menanyai saya, “Kenapa kau terlambat?” Saya sangat malu untuk mengakui bahwa saya menonton film John Wayne sehingga saya menjawab, “Tadi, mobilnya belum siap sehingga saya harus menunggu.” Padahal, ternyata tanpa sepengetahuan saya, ayah telah menelepon bengkel mobil itu.

Dan kini ayah tahu saya berbohong. Lalu ayah berkata, “Ada sesuatu yang salah dalam membesarkan kau sehingga kau tidak memiliki keberanian untuk menceritakan kebenaran pada ayah. Untuk menghukum kesalahan ayah ini, ayah akan pulang ke rumah dengan berjalan kaki sepanjang 18 mil dan memikirkan kejadian ini baik-baik.”

Lalu, dengan tetap mengenakan pakaian dan sepatunya, ayah mulai berjalan kaki pulang ke rumah. Padahal hari sudah gelap, sedangkan jalanan sama sekali tidak rata.

Saya tidak bisa meninggalkan ayah, maka selama 5 setengah jam, saya mengendarai mobil pelan-pelan di belakang beliau, melihat penderitaan yang dialami oleh ayah hanya karena kebohongan bodoh yang saya lakukan.

Sejak itu saya tidak pernah akan berbohong lagi. Seringkali saya berpikir mengenai episode ini dan merasa heran. Seandainya ayah menghukum saya sebagaimana kita menghukum anak-anak kita, apakah saya akan mendapatkan sebuah pelajaran mengenai tanpa kekerasan? Saya kira tidak. Saya akan menderita atas hukuman itu dan melakukan hal yang sama lagi.

Tetapi, hanya dengan satu tindakan tanpa kekerasan yang sangat luar biasa, sehingga saya merasa kejadian itu baru saja terjadi kemarin. Itulah kekuatan tanpa kekerasan.

Wallahu’alam bishshawab, ..


BY MAS WID

SIKSAAN NERAKA YANG PALING RINGAN! .. #Na'udzubillaH

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... 
Neraka adalah tempat penyiksaan bagi mahluk Allah yang membangkang. Mereka adalah orang-orang yang membangkang terhadap syariat Allah dan mengingkari Rasulullah saw.

Siapapun orang yang dimasukkan ke dalam neraka, dia tidak akan keluar darinya. Pintu neraka berdiri kokoh dan tertutup rapat.

Itulah pejara bagi orang-orang yang menganggap remeh berita tentang pengadilan akhirat. Didalam Al-Qur’an disebutkan bahan bakar neraka adalah dari manusia dan batu (ada yang mengartikan berhala). Inilah gambaran hukuman dan siksaan di neraka yang sangat mengerikan.

Di akhirat para penghuni neraka akan menjalani hukuman berupa siksa yang sangat pedih. Siksaan yang mereka derita dalam neraka itu bermacam-macam sekali, sebagaimana yang difirmankan Allah seperti berikut: ..

“Dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka.” (At-Taubah [9]:35).

“Ketika belenggu dan rantai dipasang di leher mereka, supaya mereka diseret, kedalam air yang sangat panas, kemudian mereka dibakar dalam api.” (Al-Mu’min [40]:71-72).

“Peganglah dia kemudian seretlah dia ketengah-tengah neraka. Kemudian tuangkanlah di atas kepalanya seksaan (dari) air yang amat panas. Rasakanlah, sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi mulia.” (Ad-Dukhan [44]:47-49).

“Peganglah dia lalu belenggulah tangannya kelehernya. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta.” (Al-Haqqah [69]:30-32).

“Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian dari api neraka, disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala-kepala mereka.

Dengan air itu dihancur luluhkan segala apa yang ada di dalam perut mereka dan juga kulit-kulit mereka. Dan cambuk-cambuk dari besi. Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, maka mereka dikembalikan kedalamnya, (serta dikatakan kepada mereka): “Rasailah azab yang membakar ini.” (Al-Hajj [22]:19-22).

Siksaan di dalam neraka yang paling ringan diberikan sandal api yang bisa membuat otak mereka mendidih.

“Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksaannya ialah orang yang diberi sepasang sandal yang talinya terbuat dari api neraka, lalu mendidihlah otaknya karena panasnya yang laksana air panas mendidih di dalam periuk. Dia mengira tiada seorangpun yang menerima siksaan lebih dahsyat dari itu, padahal dialah orang yang mendapat siksaan paling ringan.” (HR. Bukhari-Muslim).

Disebutkan didalam salah satu hadist, bahwa penghuni neraka yang terbanyak adalah dari kalangan perempuan.

“ … orang-orang ahli neraka telah diperintahkan masuk neraka maka ketika saya berdiri di dekat pintu neraka tiba-tiba kudapatkan kebanyakan yang masuk ke dalamnya adalah orang-orang perempuan.” (HR Bukhari - Muslim)

Wallahu’alam bishshawab, ..



BY MAS WID

Ketika Segalanya Telah Berakhir

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim 
Sebuah salah pengertian yg mengakibatkan kehancuran sebuah rumah tangga.Tatkala nilai akhir sebuah kehidupan sudah terbuka,tetapi segalanya sudah terlambat..

Nilai sebuah cinta

Membawa nenek utk tinggal bersama menghabiskan masa tuanya bersama kami, malah telah menghianati ikrar cinta yg telah kami buat selama ini,setelah 2 tahun menikah, saya dan suami setuju menjemput nenek di kampung utk tinggal bersama.

Sejak kecil suami saya telah kehilangan ayahnya, dia adalah satu-satunya harapan nenek, nenek pula yg membesarkannya dan menyekolahkan dia hingga tamat kuliah. Saya terus mengangguk tanda setuju, kami segera menyiapkan sebuah kamar yg menghadap taman untuk nenek, agar dia dapat berjemur, menanam bunga dan sebagainya. Suami berdiri didepan kamar yg sangat kaya dgn sinar

matahari,tidak sepatah katapun yg terucap tiba-tiba saja dia mengangkat saya dan memutar-mutar saya seperti adegan dalam film India dan berkata :"Mari,kita jemput nenek di kampung".

Suami berbadan tinggi besar, aku suka sekali menyandarkan kepalaku ke dadanya yg bidang, ada suatu perasaan nyaman dan aman disana. Aku seperti sebuah boneka kecil yg kapan saja bisa diangkat dan dimasukan kedalam kantongnya. Kalau terjadi selisih paham diantara kami, dia suka tiba-tiba mengangkatku tinggi-tinggi diatas kepalanya dan diputar-putar sampai aku berteriak ketakutan baru diturunkan.Aku sungguh menikmati saat-saat seperti itu.

Kebiasaan nenek di kampung tidak berubah. Aku suka sekali menghias rumah dengan bunga segar, sampai akhirnya nenek tidak tahan lagi dan berkata kepada suami:"Istri kamu hidup foya-foya, buat apa beli bunga? Kan bunga tidak bisa dimakan?" Aku menjelaskannya kepada nenek:"Ibu, rumah dengan bunga segar membuat rumah terasa lebih nyaman dan suasana hati lebih gembira."Nenek berlalu sambil mendumel, suamiku berkata sambil tertawa: "Ibu, ini kebiasaan orang kota, lambat laun ibu akan terbiasa juga."

Nenek tidak protes lagi, tetapi setiap kali melihatku pulang sambil membawa bunga,dia tidak bisa menahan diri untuk bertanya berapa harga bunga itu, setiap mendengar jawabanku dia selalu mencibir sambil menggeleng-gelengka n kepala. Setiap membawa pulang barang belanjaan,dia selalu tanya itu berapa harganya ,ini berapa.Setiap aku jawab, dia selalu berdecak dengan suara keras.Suamiku memencet hidungku sambil berkata:"Putriku, kan kamu bisa berbohong.Jangan katakan harga yang sebenarnya." Lambat laun, keharmonisan dalam rumah tanggaku mulai terusik.

Nenek sangat tidak bisa menerima melihat suamiku bangun pagi menyiapkan sarapan pagi untuk dia sendiri, di mata nenek seorang anak laki-laki masuk ke dapur adalah hal yang sangat memalukan. Di meja makan, wajah nenek selalu cemberut dan aku sengaja seperti tidak mengetahuinya. Nenek selalu membuat bunyi-bunyian dengan alat makan seperti sumpit dan sendok, itulah cara dia protes.

Aku adalah instrukstur tari, seharian terus menari membuat badanku sangat letih, aku tidak ingin membuang waktu istirahatku dengan bangun pagi apalagi disaat musim dingin. Nenek kadang juga suka membantuku di dapur, tetapi makin dibantu aku menjadi semakin repot, misalnya; dia suka menyimpan semua kantong-kantong bekas belanjaan, dikumpulkan bisa untuk dijual katanya.Jadilah rumahku seperti tempat pemulungan kantong plastik, dimana-mana terlihat kantong plastik besar tempat semua kumpulan kantong plastik.

Kebiasaan nenek mencuci piring bekas makan tidak menggunakan cairan pencuci, agar supaya dia tidak tersinggung, aku selalu mencucinya sekali lagi pada saat dia sudah tidur.Suatu hari, nenek mendapati aku sedang mencuci piring malam harinya, dia segera masukke kamar sambil membanting pintu dan menangis.Suamiku jadi serba salah, malam itu kami tidur seperti orang bisu, aku coba bermanja-manja dengan dia, tetapi dia tidak perduli. Aku menjadi kecewa dan marah."Apa salahku?" Dia melotot sambil berkata:"Kenapa tidak kamu biarkan saja? Apakah memakan dengan pring itu bisa membuatmu mati?"

Aku dan nenek tidak bertegur sapa untuk waktu yg culup lama, suasana mejadi kaku. Suamiku menjadi sangat kikuk, tidak tahu harus berpihak pada siapa? Nenek tidak lagi membiarkan suamiku masuk ke dapur, setiap pagi dia selalu bangun lebih pagi dan menyiapkan sarapan untuknya, suatu kebahagiaan terpancar di wajahnya jika melihat suamiku makan dengan lahap, dengan sinar mata yang seakan mencemohku sewaktu melihat padaku, seakan berkata dimana tanggung jawabmu sebagai seorang istri? Demi menjaga suasana pagi hari tidak terganggu, aku selalu membeli makanan diluar pada saat berangkat kerja. Saat tidur, suami berkata:"Lu di, apakah kamu merasa masakan ibu tidak enak dan tidak bersih sehingga kamu tidak pernah makan di rumah?" sambil memunggungiku dia berkata tanpa menghiraukan air mata yg mengalir di kedua belah pipiku.Dan dia akhirnya berkata:"Anggaplah ini sebuah permintaanku, makanlah bersama kami setiap pagi."Aku mengiyakannya dan kembali ke meja makan yg serba canggung itu.

Pagi itu nenek memasak bubur, kami sedang makan dan tiba-tiba ada suatu perasaan yg sangat mual menimpaku, seakan-akan isi perut mau keluar semua.Aku menahannya sambil berlari ke kamar mandi, sampai disana aku segera mengeluarkan semua isi perut. Setelah agak reda, aku melihat suamiku berdiri didepan pintu kamar mandi dan memandangku dengan sinar mata yg tajam, diluar sana terdengar suara tangisan nenek dan berkata-kata dengan bahasa daerahnya. Aku terdiam dan terbengong tanpa bisa berkata-kata. Sungguh bukan sengaja aku berbuat demikian!.Pertama kali dalam perkawinanku, aku bertengkar hebat dengan suamiku, nenek melihat kami dengan mata merah dan berjalan menjauh……suamiku segera mengejarnya keluar rumah.

Menyambut anggota baru tetapi dibayar dengan nyawa nenek. Selama 3 hari suamiku tidak pulang ke rumah dan tidak juga meneleponku. Aku sangat kecewa, semenjak kedatangan nenek di rumah ini, aku sudah banyak mengalah, mau bagaimana lagi? Entah kenapa aku selalu merasa mual dan kehilangan nafsu makan ditambah lagi dengan keadaan rumahku yang kacau, sungguh sangat menyebalkan. Akhirnya teman sekerjaku berkata:"Lu Di, sebaiknya kamu periksa ke dokter."Hasil pemeriksaan menyatakan aku sedang hamil. Aku baru sadar mengapa aku mual-mual pagi itu. Sebuah berita gembira yg terselip juga kesedihan. Mengapa suami dan nenek sebagai orang yg berpengalaman tidak berpikir sampai sejauh itu?

Di pintu masuk rumah sakit aku melihat suamiku, 3 hari tidak bertemu dia berubah drastis, muka kusut kurang tidur, aku ingin segera berlalu tetapi rasa iba membuatku tertegun dan memanggilnya. Dia melihat ke arahku tetapi seakan akan tidak mengenaliku lagi, pandangan matanya penuh dengan kebencian dan itu melukaiku. Aku berkata pada diriku sendiri, jangan lagi melihatnya dan segera memanggil taksi. Padahal aku ingin memberitahunya bahwa kami akan segera memiliki seorang anak. Dan berharap aku akan diangkatnya tinggi-tinggi dan diputar-putar sampai aku minta ampun tetapi..... mimpiku tidak menjadi kenyataan. Didalam taksi air mataku mengalir dengan deras. Mengapa kesalah pahaman ini berakibat sangat buruk?

Sampai di rumah aku berbaring di ranjang memikirkan peristiwa tadi, memikirkan sinar matanya yg penuh dengan kebencian, aku menangis dengan sedihnya. Tengah malam,aku mendengar suara orang membuka laci, aku menyalakan lampu dan melihat dia dgn wajah berlinang air mata sedang mengambil uang dan buku tabungannya. Aku nenatapnya dengan dingin tanpa berkata-kata. Dia seperti tidak melihatku saja dan segera berlalu. Sepertinya dia sudah memutuskan utk meninggalkan aku. Sungguh lelaki yg sangat picik, dalam saat begini dia masih bisa membedakan antara cinta dengan uang. Aku tersenyum sambil menitikan air mata.

Aku tidak masuk kerja keesokan harinya, aku ingin secepatnya membereskan masalah ini, aku akan membicarakan semua masalah ini dan pergi mencarinya di kantornya.Di kantornya aku bertemu dengan seketarisnya yg melihatku dengan wajah bingung."Ibunya pak direktur baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas dan sedang berada di rumah sakit. Mulutku terbuka lebar.Aku segera menuju rumah sakit dan saat menemukannya, nenek sudah meninggal. Suamiku tidak pernah menatapku, wajahnya kaku. Aku memandang jasad nenek yg terbujur kaku. Sambil menangis aku menjerit dalam hati:"Tuhan, mengapa ini bisa terjadi?"Sampai selesai upacara pemakaman, suamiku tidak pernah bertegur sapa denganku, jika memandangku selalu dengan pandangan penuh dengan kebencian.

Peristiwa kecelakaan itu aku juga tahu dari orang lain, pagi itu nenek berjalan ke arah terminal, rupanya dia mau kembali ke kampung. Suamiku mengejar sambil berlari, nenek juga berlari makin cepat sampai tidak melihat sebuah bus yg datang ke arahnya dengan kencang. Aku baru mengerti mengapa pandangan suamiku penuh dengan kebencian. Jika aku tidak muntah pagi itu, jika kami tidak bertengkar, jika........ ....dimatanya, akulah penyebab kematian nenek.

Suamiku pindah ke kamar nenek, setiap malam pulang kerja dengan badan penuh dengan bau asap rokok dan alkohol. Aku merasa bersalah tetapi juga merasa harga diriku terinjak-injak. Aku ingin menjelaskan bahwa semua ini bukan salahku dan juga memberitahunya bahwa kami akan segera mempunyai anak. Tetapi melihat sinar matanya, aku tidak pernah menjelaskan masalah ini. Aku rela dipukul atau dimaki-maki olehnya walaupun ini bukan salahku. Waktu berlalu dengan sangat lambat.Kami hidup serumah tetapi seperti tidak mengenal satu sama lain. Dia pulang makin larut malam. Suasana tegang didalam rumah.

Suatu hari, aku berjalan melewati sebuah café, melalui keremangan lampu dan kisi-kisi jendela, aku melihat suamiku dengan seorang wanita didalam. Dia sedang menyibak rambut sang gadis dengan mesra. Aku tertegun dan mengerti apa yg telah terjadi. Aku masuk kedalam dan berdiri di depan mereka sambil menatap tajam kearahnya. Aku tidak menangis juga tidak berkata apapun karena aku juga tidak tahu harus berkata apa. Sang gadis melihatku dan ke arah suamiku dan segera hendak berlalu. Tetapi dicegah oleh suamiku dan menatap kembali ke arahku dengan sinar mata yg tidak kalah tajam dariku. Suara detak jangtungku terasa sangat keras, setiap detak suara seperti suara menuju kematian.

Akhirnya aku mengalah dan berlalu dari hadapan mereka, jika tidak.. mungkin aku akan jatuh bersama bayiku dihadapan mereka.Malam itu dia tidak pulang ke rumah. Seakan menjelaskan padaku apa yang telah terjadi. Sepeninggal nenek, rajutan cinta kasih kami juga sepertinya telah berakhir. Dia tidak kembali lagi ke rumah, kadang sewaktu pulang ke rumah, aku mendapati lemari seperti bekas dibongkar. Aku tahu dia kembali mengambil barang-barang keperluannya. Aku tidak ingin menelepon dia walaupun kadang terbersit suatu keinginan untuk menjelaskan semua ini. Tetapi itu tidak terjadi..... ...., semua berlalu begitu saja.

Aku mulai hidup seorang diri, pergi check kandungan seorang diri. Setiap kali melihat sepasang suami istri sedang check kandungan bersama, hati ini serasa hancur. Teman-teman menyarankan agar aku membuang saja bayi ini, tetapi aku seperti orang yg sedang histeris mempertahankan miliknya. Hitung-hitung sebagai pembuktian kepada nenek bahwa aku tidak bersalah.

"Suatu hari pulang kerja,aku melihat dia duduk didepan ruang tamu. Ruangan penuh dengan asap rokok dan ada selembar kertas diatas meja, tidak perlu tanya aku juga tahu surat apa itu.2 bulan hidup sendiri, aku sudah bisa mengontrol emosi. Sambil membuka mantel dan topi aku berkata kepadanya:"" Tunggu sebentar, aku akan segera menanda tanganinya"" .Dia melihatku dengan pandangan awut-awutan demikian juga aku. Aku berkata pada diri sendiri, jangan menangis, jangan menangis. Mata ini terasa sakit sekali tetapi aku terus bertahan agar air mata ini tidak keluar.

Selesai membuka mantel, aku berjalan ke arahnya dan ternyata dia memperhatikan perutku yg agak membuncit. Sambil duduk di kursi, aku menanda tangani surat itu dan menyodorkan kepadanya."" Lu Di, kamu hamil?"" Semenjak nenek meninggal, itulah pertama kali dia berbicara kepadaku. Aku tidak bisa lagi membendung air mataku yg menglir keluar dengan derasnya. Aku menjawab:""Iya, tetapi tidak apa-apa. Kamu sudah boleh pergi"".Dia tidak pergi, dalam keremangan ruangan kami saling berpandangan. Perlahan-lahan dia membungkukan badannya ke tanganku, air matanya terasa menembus lengan bajuku.Tetapi di lubuk hatiku, semua sudah berlalu, banyak hal yg sudah pergi dan tidak bisa diambil kembali. "Entah sudah berapa kali aku mendengar dia mengucapkan kata:"Maafkan aku, maafkan aku". Aku pernah berpikir untuk memaafkannya tetapi tidak bisa. Tatapan matanya di cafe itu tidak akan pernah aku lupakan.Cinta diantara kami telah ada sebuah luka yg menganga. Semua ini adalah sebuah akibat kesengajaan darinya.

Berharap dinding es itu akan mencair, tetapi yang telah berlalu tidak akan pernah kembali.Hanya sewaktu memikirkan bayiku, aku bisa bertahan untuk terus hidup. Terhadapnya, hatiku dingin bagaikan es, tidak pernah menyentuh semua makanan pembelian dia, tidak menerima semua hadiah pemberiannya tidak juga berbicara lagi dengannya. Sejak menanda tangani surat itu, semua cintaku padanya sudah berlalu, harapanku telah lenyap tidak berbekas.

Kadang dia mencoba masuk ke kamar untuk tidur bersamaku, aku segera berlalu ke ruang tamu, dia terpaksa kembali ke kamar nenek. Malam hari, terdengar suara orang mengerang dari kamar nenek tetapi aku tidak perduli. Itu adalah permainan dia dari dulu. Jika aku tidak perduli padanya, dia akan berpura-pura sakit sampai aku menghampirinya dan bertanya apa yang sakit. Dia lalu akan memelukku sambil tertawa terbahak-bahak. Dia lupa........ , itu adalah dulu, saat cintaku masih membara, sekarang apa lagi yg aku miliki?

Begitu seterusnya, setiap malam aku mendengar suara orang mengerang sampai anakku lahir. Hampir setiap hari dia selalu membeli barang-barang perlengkapan bayi, perlengkapan anak-anak dan buku-buku bacaan untuk anak-anak. Setumpuk demi setumpuk sampai kamarnya penuh sesak dengan barang-barang. Aku tahu dia mencoba menarik simpatiku tetapi aku tidak bergeming. Terpaksa dia mengurung diri dalam kamar, malam hari dari kamarnya selalu terdengar suara pencetan keyboard komputer. Mungkin dia lagi tergila-gila chatting dan berpacaran di dunia maya pikirku. Bagiku itu bukan lagi suatu masalah.

Suatu malam di musim semi, perutku tiba-tiba terasa sangat sakit dan aku berteriak dengan suara yg keras. Dia segera berlari masuk ke kamar, sepertinya dia tidak pernah tidur. Saat inilah yg ditunggu-tunggu olehnya. Aku digendongnya dan berlari mencari taksi ke rumah sakit. Sepanjang jalan, dia mengenggam dengan erat tanganku, menghapus keringat dingin yg mengalir di dahiku. Sampai di rumah sakit, aku segera digendongnya menuju ruang bersalin. Di punggungnya yg kurus kering, aku terbaring dengan hangat dalam dekapannya. Sepanjang hidupku, siapa lagi yg mencintaiku sedemikian rupa jika bukan dia?

Sampai dipintu ruang bersalin, dia memandangku dengan tatapan penuh kasih sayang saat aku didorong menuju persalinan, sambil menahan sakit aku masih sempat tersenyum padanya. Keluar dari ruang bersalin, dia memandang aku dan anakku dengan wajah penuh dengan air mata sambil tersenyum bahagia. Aku memegang tangannya, dia membalas memandangku dengan bahagia, tersenyum dan menangis lalu terjerambab ke lantai. Aku berteriak histeris memanggil namanya.

Setelah sadar, dia tersenyum tetapi tidak bisa membuka matanya………aku pernah berpikir tidak akan lagi meneteskan sebutir air matapun untuknya, tetapi kenyataannya tidak demikian, aku tidak pernah merasakan sesakit saat ini. Kata dokter, kanker hatinya sudah sampai pada stadium mematikan, bisa bertahan sampai hari ini sudah merupakan sebuah mukjijat. Aku tanya kapankah kanker itu terdeteksi? 5 bulan yg lalu kata dokter, bersiap-siaplah menghadapi kemungkinan terburuk. Aku tidak lagi perduli dengan nasehat perawat, aku segera pulang ke rumah dan ke kamar nenek lalu menyalakan komputer.

Ternyata selama ini suara orang mengerang adalah benar apa adanya, aku masih berpikir dia sedang bersandiwara…………Sebuah surat yg sangat panjang ada di dalam komputer yg ditujukan kepada anak kami."Anakku, demi dirimu aku terus bertahan, sampai aku bisa melihatmu. Itu adalah harapanku. Aku tahu dalam hidup ini, kita akan menghadapi semua bentuk kebahagiaan dan kekecewaan, sungguh bahagia jika aku bisa melaluinya bersamamu tetapi ayah tidak mempunyai kesempatan untuk itu. Didalam komputer ini, ayah mencoba memberikan saran dan nasehat terhadap segala kemungkinan hidup yg akan kamu hadapi. Kamu boleh mempertimbangkan saran ayah. """Anakku, selesai menulis surat ini, ayah merasa telah menemanimu hidup selama bertahun -tahun. Ayah sungguh bahagia. Cintailah ibumu, dia sungguh menderita, dia adalah orang yg paling mencintaimu dan adalah orang yg paling ayah cintai"".

Mulai dari kejadian yg mungkin akan terjadi sejak TK, SD, SMP, SMA sampai kuliah, semua tertulis dengan lengkap didalamnya. Dia juga menulis sebuah surat untukku.

""Kasihku, dapat menikahimu adalah hal yg paling bahagia aku rasakan dalam hidup ini. Maafkan salahku, maafkan aku tidak pernah memberitahumu tentang penyakitku. Aku tidak mau kesehatan bayi kita terganggu oleh karenanya. Kasihku, jika engkau menangis sewaktu membaca surat ini, berarti kau telah memaafkan aku. Terima kasih atas cintamu padaku selama ini. Hadiah-hadiah ini aku tidak punya kesempatan untuk memberikannya pada anak kita. Pada bungkusan hadiah tertulis semua tahun pemberian padanya""."

Kembali ke rumah sakit, suamiku masih terbaring lemah. Aku menggendong anak kami dan membaringkannya diatas dadanya sambil berkata: "Sayang, bukalah matamu sebentar saja, lihatlah anak kita. Aku mau dia merasakan kasih sayang dan hangatnya pelukan ayahnya".Dengan susah payah dia membuka matanya, tersenyum... ......... ..anak itu tetap dalam dekapannya, dengan tangannya yg mungil memegangi tangan ayahnya yg kurus dan lemah. Tidak tahu aku sudah menjepret berapa kali momen itu dengan kamera di tangan sambil berurai air mata........ ......... ....

Segalanya telah terlambat...

Sahabat "Dzikir Cinta" yg terkasih, saya sharing cerita ini kepada kalian, agar kita semua bisa menyimak pesan dari cerita ini.Mungkin saat ini air mata kalian sedang jatuh mengalir atau mata masih sembab sehabis menangis, ingatlah pesan dari cerita ini :"Jika ada sesuatu yg mengganjal di hati diantara kalian yg saling mengasihi, sebaiknya utarakanlah jangan simpan didalam hati. Siapa tau apa yg akan terjadi besok? Ada sebuah pertanyaan: Jika kita tahu besok adalah hari kiamat, apakah kita akan menyesali semua hal yg telah kita perbuat? atau apa yg telah kita ucapkan? Sebelum segalanya menjadi terlambat, pikirlah matang2 semua yg akan kita lakukan sebelum kita menyesalinya seumur hidup.

Wallahua’lam bish Shawwab ....



BY MAS WID