Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...
“Berapa jam yang telah kita habiskan
dari waktu kita untuk duduk didepan komputer, notebook, netbook,
blackberry dalam sehari ? Coba dihitung, jika satu hari 24 jam, dan kita tidur sekitar 6-8 jam, berarti tinggal 16-18 jam waktu yang bisa kita manfaatkan.
Dan coba bandingkan, berapa menit yang kita lalui dari 16-18 jam itu
untuk bersama NYA ? jika kita hanya menghabiskan 5 menit tiap shalat,
berarti sehari hanya 25 menit. Jika ditambah shalat sunat 5 menit lagi,
maka 30 menit. Bayangkan ! hanya 30 menit dari 16-18 jam saat sadar
kita. Betapa tidak adilnya kita pada usia kita yang kita cintai seakan
kita akan hidup selamanya,”
Kata2 Andita itu masih terngiang
ditelingaku. Kami berempat adalah teman akrab sejak kuliah. Teman2
menyebut kami si manis manja group. Tapi meskipun diberi julukan manis
manja group, tidak ada yang manja diantara kami.
Soraya gadis
tercantik diantara kami, masih keturunan mesir. Kulitnya yang putih,
tinggi langsing, dengan rambut yang bergelombang panjang, pantas
menjadikannya foto model. Tapi Soraya minta ampun juteknya, sangat
cerewet dan perfeksionis. Dia rajin membaca, tapi sebenarnya tingkat
kecerdasannya tidak tinggi amat, karena jika tidak belajar, dia benar2
seperti katak dalam tempurung, hah ? hoh ? ooohhh gitu ?
Andita, berwajah manis, bulat, putih, wajahnya khas sekali seperti
wanita jawa, seperti ibu Kartini. Namun rambutnya pendek, tomboy,
tingginya sedang, cukup berisi tubuhnya, karena rajin naik gunung, dan
main basket. Sebenarnya dia paling cerdas, jarang belajar, tapi selalu
cum laude. Kalau menjelaskan tentang sesuatu sangat detail, dan senang
menganalisa segala sesuatu.
Karin, cantik, lembut, berkulit
kecoklatan, tampangnya mirip2 gadis amerika latin yang sensual. Banyak
penggemar, karena rajin tebar pesona. Suka cuek, dan jarang belajar.
Karena cowok2 akan datang dan berebut untuk mengajarkan tentang mata
kuliah sesuatu untuknya. Dan aku tahu, sebenarnya Karin sudah mengerti,
karena dia cukup cerdas, tapi wajahnya yang selalu seakan2 polos dan
belum mengerti, membuat senang para cowok itu yang merasa menjadi
superior didepan Karin.
Aku sendiri, bernama Jelita, padahal
aku sama sekali tidak merasa Jelita. Sehingga aku sering protes pada
orang tuaku kenapa aku diberi nama Jelita. Padahal aku bertampang paling
biasa2 saja, diantara kami berempat. Mataku memang kecoklatan, karena
ayahku bermata coklat.
Tapi kulitku juga kecoklatan cenderung
gelap. Tulang pipiku tinggi, dan hidungku tidak terlalu mancung. Yang
membuat wajahku agak unik adalah karena kedua bola mataku berjarak agak
jauh dibanding kebanyakan orang. dan alis mataku sangat tebal, sehingga
semua teman mengatakan wajahku sangat spesial dan berkarakter.
Aku lumayan cerdas, kalau diranking dari kami berempat, aku dibawah
Andita. Meskipun aku tidak pernah cum laude seperti Andita, tapi aku
cukup terkenal, karena paling suka berorganisasi.
Persahabatan
kami tidak putus meskipun kami sudah selesai kuliah sejak 10 tahun lalu.
Soraya memutuskan menjadi dokter spesialis kulit, dan sekarang dia
menjadi salah satu dokter kebanggaan Fancy clinic, klinik kecantikan
yang terkenal di ibukota. Dia sudah menikah dengan pengusaha terkenal,
tapi menolak punya anak, karena katanya akan mengganggu bentuk tubuhnya
yang sudah menawan.
Andita menghilang, dan hanya menjadi dokter
umum, padahal dulu dia yang paling cerdas. Sejak 5 tahun lalu dia ikut
suaminya tugas ke Malaysia, anaknya 5 !
Karin, justru yang
belum menikah. Padahal dulu yang paling sering gonta ganti pacar adalah
Karin. Dia menikmati jadi dokter spesialis Obstetri Ginekologi.
Kesibukannya membuatnya tidak lagi tertarik untuk hidup berbagi rupanya.
Aku, hanya mengambil S2 manajemen RS, tidak meneruskan spesialis,
karena malas jaga malam. Suamiku seorang dokter bedah yang cukup sibuk,
sehingga aku memutuskan untuk lebih punya waktu banyak dengan anak2ku
yang berjumlah 2 orang.
Setelah lulus, kami rajin bertemu 3
bulan sekali, kemudian 6 bulan sekali, lama2 setahun sekali. Dan
sekarang sejak Andita ke Malaysia, kami juga tidak pernah kumpul2 lagi.
Dan sebulan lalu, tiba2 Andita muncul di Jakarta dan mengajak bertemu.
Meskipun aku bertiga dengan Soraya dan Karin, jarang bertemu spesial,
tapi pada even2 tertentu, seperti kongres atau reuni angkatan kecil2an,
masih suka bertemu.
Andita begitu berubah, dia begitu cantik
dengan jilbab panjangnya, bajunya gamis coklat. Warna kesayangannya.
Kami terkejut melihatnya berubah. Dia yang paling tomboy bisa berubah
seperti ini, dan punya anak 5. Dia yang paling cerdas, memutuskan hanya
menjadi dokter umum, dan tidak mengambil spesialisasi.
Aku tertegun. Soraya langsung protes, ” Ngapain sih pake jubah kayak gitu, Ta ? gak modis tahu ?!”
Karin dengan santainya, berujar ” kesambet dimana, Ta ? Malaysia ? hati2 lho jangan ikut2an kelompok macem2, ntar ditangkep ”
Andita hanya tersenyum manis, ” Memang kenapa dengan bajuku ? aneh ?”
Masalah itu kemudian tidak menjadi topik utama, karena kami demikian
rindu padanya. Kami saling bercanda, bernostalgia. Tapi memang tidak
sepenuhnya konsentrasi.
Soraya asyik dengan blackberrynya,
Karin asyik dengan netbooknya dan chatting entah dengan pria mana lagi.
Aku sendiri bolak balik buka blackberry karena RS tempatku bekerja
sedang akreditasi.
Andita mengalah, ketika kami sedang asyik
dengan dunia kami. Dan tiba2 pertanyaan itu mengemuka, “Cintakah kalian
pada usia kalian ?” tanya Andita.
Kami serempak bertanya, ” kenapa sih ?”
” Aku cuma melihat, teknologi, ternyata membuat kita menjadi berjarak.
Padahal justru teknologi mengaku membuat komunikasi kita menjadi
unlimited,” dia menghela nafas.
” Berapa jam kita menghabiskan waktu kita untuk dunia, dan berapa menit kita menghabiskan waktu kita untuk bersamaNYA ?”
Kami terdiam, aku menghitung dalam seminggu ini aku sudah 3x tidak shalat subuh karena kesiangan.
” Apa sih tujuan kita hidup didunia ini ? menjadi dokter adalah
anugerah terindah, karena tanpa mengeluarkan biaya, modal, asal ikhlas,
kita sudah beribadah menolong orang lain. Betapa sayangnya, amal ibadah
horizontal ini, tidak diikuti ibadah vertikal kepadaNYA? Apa yang kita
lakukan saat terjaga ? kemana larinya hati jika sendiri ?
Apakah jika ada cobaan saja kita baru ingat padaNya ?”
Dia melanjutkan, ” Pada saat kita ke pemakaman, apa yang terlintas
dikepala ? sekedar sedih 1-2 jam, kemudian asyik lagi dengan dunia kita.
Tidakkah kita berfikir, bahwa kita akan menyusul kelak? Terbaring
sendiri menyatu dengan tanah, tidak ada suami, anak2, orangtua, sahabat.
hanya amal kita yang menemani.”
Hari itu diakhiri dengan
renungan indah dari Andita, yang cukup menyentak nurani kami. Ya, berapa
menit untukNYA, dan berapa belas jam untuk dunia ?
Aku bisa
seharian chatting di facebook, milis, daripada ngajarin anak2 belajar.
Padahal pelajaran Tahfidz anakku menurun semester ini. Aku memasukkannya
ke sekolah islamic internasional, karena aku tidak mau repot ngajar dia
sholat dan mengaji.
Tapi, beberapa hari kemudian aku kembali
disibukkan dengan pekerjaanku sebagai direktur pelayanan medik, RS
terkenal, mahal, hebat dan Megah di Jakarta. Renungan indah dari Andita
pun menguap seperti embun yang hilang ketika sinar matahari tiba.
*********
Pagi ini aku bagaikan mendengar petir disiang bolong, ketika telepon
Soraya dengan isak tangisnya menyerbu pagi, dan membuatku harus mencubit
tanganku berulang kali untuk meyakinkanku bahwa ini bukan mimpi.
” Kamu kemana aja dari semalam ? aku telepon tidak diangkat, telepon
kerumah tidak ada. Suamimu pun tidak ada dan tidak angkat telepon. Aku
sekarang di Jogja, di RS PKU Muhamadiyah. Andita masuk ICU, sudah tidak
sadar. Dari semalam aku sudah disini bersama Karin.”
Aku segera
terbang ke Jogja, dan sepanjang perjalanan airmataku tidak bisa
berhenti menetes. Aku, si cengeng Jelita, yang selalu sangat sensitif.
Aku masih ingat ketika aku dipaksa memutuskan cintaku oleh Soraya dan
Karin, karena kekasihku selingkuh, aku menangis selama 2 hari 2 malam.
Ditemani 3 sahabatku. Soraya dan Karin, mengatakan betapa bodohnya aku
menangisi laki2 yang tidak pantas. Hanya Andita yang membelai lembut
rambutku dan mengatakan, ” Allah sayang sekali pada kalian, sehingga
menjaga kalian untuk terhindar dari dosa yang mungkin bisa saja terjadi
dalam hubungan kalian.
Engkau adalah sahabatku yang cantik dan baik hati, Rangga juga pemuda yang baik hati.
Tapi Allah punya simpanan buat kalian masing2 nanti, jodoh yang terbaik
untuk kalian berdua. Kalau ternyata Rangga adalah jodohmu, pasti kalian
akan dipertemukan lagi, dalam ikatan yang lebih di ridhoiNYA”
Ah, Andita …
Sudah setahun ini engkau tinggal di Jogja, dipesisir gunung kidul
menjadi dokter umum di daerah yang gersang, kering dan miskin, tapi kami
sama sekali tidak tahu.
Dan sebulan lalu saat pertemuan kita
yang terakhir, Kami sama sekali tidak menanyakan apa yang terjadi padamu
selama 5 tahun ini, tinggal dimana sekarang, apa kabar anak2mu, dan
kenapa tubuhmu sangat kurus.
Kami malah asyik bercerita tentang
kehidupan kami masing2 selama 5 tahun ini. Soraya asyik bercerita
dengan pasiennya yang sangat banyak dan rela antri untuk menunggu 3
minggu sekedar ingin berkonsultasi tentang jerawat dipipinya.
Karin asyik menceritakan bahwa dia sekarang menjadi salah satu dari 4
ahli spesialis wanita yang mendalami endokrinologi reproduksi, bayi
tabung, yang menjadi kebanggaan negeri ini, yang sering dipanggil untuk
berbicara di forum internasional, yang bertangan dingin, dan banyak
pasangan yang berhasil memiliki keturunan karena berobat padanya.
Dan aku si ahli marketing RS yang selalu mempunyai ide original dan
innovatif, yang diperebutkan oleh manajemen Rumah sakit2 terkenal.
Kami sama sekali tidak bertanya apapun tentang dirimu !
Seperti biasanya engkau hanya menjadi pendengar yang baik, tersenyum dan melontarkan kalimat2 yang menyejukkan hati.
Aku mendapatinya, terbaring tidak sadar, dengan wajah putihnya yang
sekarang tampak tirus. dengan ventilator untuk membantu pernafasan dan
jantungnya.
Kenapa Andita ? aku menangis dan memelukmu, ada apa sahabatku ?
Soraya kehilangan sifat perfeksionismenya, dia tampak pucat, tidak
berdandan, dia terus membaca Yasin. Karina duduk, diam ditepi tempat
tidur Andita, wajahnya mendung penuh duka, dia memeluk si kembar laila
dan laili, bungsu dari Andita yang baru berusia 2 tahun.
Suami Andita memeluk kaki andita dan terus menangis.
Kedua orang tua Andita yang sudah tampak renta terlihat tegar dan membacakan Yasin di ujung tempat tidur.
Andita terlahir dari keluarga sederhana di Bantul, Jogjakarta. Kedua
orang tuanya guru SD. Dia anak pertama dari 7 bersaudara. Dia berusaha
menjadi contoh buat adik2nya. Masa SMP dan SMAnya di kota Jogja, dan
setiap pagi dan petang, dia mengayuh sepedanya puluhan kilometer untuk
menuntut ilmu.
Kecerdasannya mengirimnya ke sekolah kedokteran di Jakarta dengan beasiswa.
Meskipun dari daerah, dan bahasa jawanya sangat kental, dia tidak
pernah minder. Kami semua menyayanginya. Dia menyukai alam, dan sering
bepergian naik gunung. Tidak banyak bicara, tapi sekali bicara, begitu
tenang dan menyejukkan.
Selama kami bersahabat, 3x kami pergi
kerumahnya didesa untuk berlibur. Keluarganya sangat sederhana dan penuh
keikhlasan. Sambil kuliah dia masih sempat bekerja menterjemahkan buku2
bahasa inggris untuk kedokteran, dan kadang2 memberikan les inggris
untuk anak2 SD dan SMP. Uangnya dikirimkan untuk sekolah adik2nya.
Soraya bercerita sambil terisak diluar kamar, kami berpelukan dan tidak berhenti menangis.
2,5 tahun lalu saat hamil si bungsu kembar, dia terkena kanker
payudara. Seharusnya kandungannya digugurkan, karena akan mempengaruhi
progresivitas dari kanker payudaranya. Tapi Andita menolak dan memilih
meneruskan kehamilannya. Setelah bungsunya lahir, dilakukan operasi pada
payudaranya, namun stadiumnya sudah terlanjur memburuk.
Kemotherapinya sudah selesai. Setahun lalu, suaminya minta izin untuk
menikah lagi, Andita mengabulkannya, dengan syarat dia ingin pulang ke
Indonesia membawa anak2nya. Suaminya mengizinkan Andita pulang. Andita
memilih untuk berpisah karena khawatir dia tidak lagi bisa ikhlas
melayani suaminya.
Dia merawat kelima anaknya di desa, menjadi
dokter umum, pasiennya boleh bayar jika mampu, tidak bayarpun tidak
apa2. 3 bulan lalu, sakit kepala yang terus menderanya, membawanya
kembali pada kenyataan bahwa sudah terjadi metastasis ke otak.
Dan kami, yang mengaku sahabat terbaiknya, sama sekali tidak tahu apa yang terjadi padanya.
Sebulan lalu dia datang menemui kami, sebenarnya ingin mengatakan bahwa
dia kesulitan keuangan untuk operasi, terjadi beberapa opini yang
berbeda dari dokter bedah syaraf di Jogja, sebagian mengatakan tumor
primer, sebagian mengatakan metastasis. Sehingga ada yang menganjurkan
untuk operasi, ada yang mengatakan hanya perlu di kemotherapi ulang.
Tapi dia tidak sanggup mengatakannya pada kami, Adiknya mengatakan dia
pulang dengan tangan hampa namun tersenyum, “aku tidak sanggup
mengganggu kebahagiaan sahabat2ku dengan ceritaku dan kesulitanku.”
Aku menyesali kebodohanku, padahal pertanyaan itu sudah diujung
lidahku, “kenapa sekarang kamu kurus sekali, Dita?” tapi aku tidak
bertanya dan malah asyik kembali bercerita.
Betapa sulitnya
untuk menjadi pendengar, tapi Andita telah sabar menjadi pendengar kami,
meskipun dia sedang sakit dan membutuhkan bantuan.
Jangan pergi, Andita, engkau sahabat terbaik kami, maafkan kami ...
Engkau yang melindungi Soraya saat dia ketahuan mencontek ujian
histologimu, soraya panik dan belum sempat belajar, namun engkau
mengatakan engkau yang tidak bisa dan mencontek pekerjaan Soraya.
Andita yang pemberani, dan menghajar laki2 yang sengaja menghimpit
Karin di bis. Andita yang selalu bisa mengerti aku yang sering menangis
meskipun hanya akibat masalah2 sepele.
jangan pergi, Andita… Kami sangat mencintaimu….
*********
Langit sangat mendung seakan berduka, penghuni langit menangis mengantar kepergianmu.
Siapakah engkau, Andita ? apa amalan yang engkau bawa, sehingga engkau
pergi dihari Jumat, hari terbaik. Hari dimana bumi diciptakan, hari
dimana nabi Adam diciptakan dan hari dimana nabi Adam meninggal.
Ratusan orang men-shalat-kan jenazahmu, ratusan orang mengantar
kepergianmu. Padahal engkau hanyalah wanita kurus yang terbungkus jilbab
panjangmu dan gamis, yang mencerminkan kebersahajaanmu.
Engkau
bukan Soraya, dokter spesialis kulit terkenal yang cantik dan modis,
yang kehadirannya membuat iri para wanita lain. Yang pasiennya sangat
banyak dan rela antri.
Engkau juga bukan Karin, si dokter ahli
kandungan yang bertangan dingin, yang menjadi pujaan pasien2nya yang
ingin punya keturunan, dan aset berharga yang dimiliki negeri ini.
Engkau bukan Jelita, yang kemampuan strategi pemasarannya mengantarkan
pada posisi yang paling diinginkan dokter2 ahli manajemen Rumah Sakit,
menjadi salah satu direktur pelayanan medik RS terkenal, mahal dan megah
di Ibukota.
Amalan apa yang engkau bawa, sahabatku, sehingga wajahmu bersinar cantik saat kepergianmu, kembali kepadaNYA ?
Kami sungguh iri padamu, yang selalu ikhlas, dan berhati putih…
Selamat jala, sahabat terbaik kami…. Kami berjanji akan menjaga kelima malaikat kecilmu ...
Selamat jalan jiwa yang tenang dan diridhoiNYA. ...
Wallahu’alam bishshawab, ..
Wabillahi Taufik Wal Hidayah, ...
Salam Terkasih ..
Dari Sahabat Untuk Sahabat ...
... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...
~ o ~
Salam santun dan keep istiqomah ...
--- Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini
... Itu hanyalah dari kami ... dan kepada Allah SWT., kami mohon
ampunan ... ----
BY MAS WID