Bismillahir-Rahmaanir-Rahim
Sebuah salah pengertian yg
mengakibatkan kehancuran sebuah rumah tangga.Tatkala nilai akhir sebuah
kehidupan sudah terbuka,tetapi segalanya sudah terlambat..
Nilai sebuah cinta
Membawa nenek utk tinggal bersama menghabiskan masa tuanya bersama
kami, malah telah menghianati ikrar cinta yg telah kami buat selama
ini,setelah 2 tahun menikah, saya dan suami setuju menjemput nenek di kampung utk tinggal bersama.
Sejak kecil suami saya telah kehilangan ayahnya, dia adalah
satu-satunya harapan nenek, nenek pula yg membesarkannya dan
menyekolahkan dia hingga tamat kuliah. Saya terus mengangguk tanda
setuju, kami segera menyiapkan sebuah kamar yg menghadap taman untuk
nenek, agar dia dapat berjemur, menanam bunga dan sebagainya. Suami
berdiri didepan kamar yg sangat kaya dgn sinar
matahari,tidak
sepatah katapun yg terucap tiba-tiba saja dia mengangkat saya dan
memutar-mutar saya seperti adegan dalam film India dan berkata
:"Mari,kita jemput nenek di kampung".
Suami berbadan tinggi
besar, aku suka sekali menyandarkan kepalaku ke dadanya yg bidang, ada
suatu perasaan nyaman dan aman disana. Aku seperti sebuah boneka kecil
yg kapan saja bisa diangkat dan dimasukan kedalam kantongnya. Kalau
terjadi selisih paham diantara kami, dia suka tiba-tiba mengangkatku
tinggi-tinggi diatas kepalanya dan diputar-putar sampai aku berteriak
ketakutan baru diturunkan.Aku sungguh menikmati saat-saat seperti itu.
Kebiasaan nenek di kampung tidak berubah. Aku suka sekali menghias
rumah dengan bunga segar, sampai akhirnya nenek tidak tahan lagi dan
berkata kepada suami:"Istri kamu hidup foya-foya, buat apa beli bunga?
Kan bunga tidak bisa dimakan?" Aku menjelaskannya kepada nenek:"Ibu,
rumah dengan bunga segar membuat rumah terasa lebih nyaman dan suasana
hati lebih gembira."Nenek berlalu sambil mendumel, suamiku berkata
sambil tertawa: "Ibu, ini kebiasaan orang kota, lambat laun ibu akan
terbiasa juga."
Nenek tidak protes lagi, tetapi setiap kali
melihatku pulang sambil membawa bunga,dia tidak bisa menahan diri untuk
bertanya berapa harga bunga itu, setiap mendengar jawabanku dia selalu
mencibir sambil menggeleng-gelengka n kepala. Setiap membawa pulang
barang belanjaan,dia selalu tanya itu berapa harganya ,ini berapa.Setiap
aku jawab, dia selalu berdecak dengan suara keras.Suamiku memencet
hidungku sambil berkata:"Putriku, kan kamu bisa berbohong.Jangan katakan
harga yang sebenarnya." Lambat laun, keharmonisan dalam rumah tanggaku
mulai terusik.
Nenek sangat tidak bisa menerima melihat suamiku
bangun pagi menyiapkan sarapan pagi untuk dia sendiri, di mata nenek
seorang anak laki-laki masuk ke dapur adalah hal yang sangat memalukan.
Di meja makan, wajah nenek selalu cemberut dan aku sengaja seperti tidak
mengetahuinya. Nenek selalu membuat bunyi-bunyian dengan alat makan
seperti sumpit dan sendok, itulah cara dia protes.
Aku adalah
instrukstur tari, seharian terus menari membuat badanku sangat letih,
aku tidak ingin membuang waktu istirahatku dengan bangun pagi apalagi
disaat musim dingin. Nenek kadang juga suka membantuku di dapur, tetapi
makin dibantu aku menjadi semakin repot, misalnya; dia suka menyimpan
semua kantong-kantong bekas belanjaan, dikumpulkan bisa untuk dijual
katanya.Jadilah rumahku seperti tempat pemulungan kantong plastik,
dimana-mana terlihat kantong plastik besar tempat semua kumpulan kantong
plastik.
Kebiasaan nenek mencuci piring bekas makan tidak
menggunakan cairan pencuci, agar supaya dia tidak tersinggung, aku
selalu mencucinya sekali lagi pada saat dia sudah tidur.Suatu hari,
nenek mendapati aku sedang mencuci piring malam harinya, dia segera
masukke kamar sambil membanting pintu dan menangis.Suamiku jadi serba
salah, malam itu kami tidur seperti orang bisu, aku coba bermanja-manja
dengan dia, tetapi dia tidak perduli. Aku menjadi kecewa dan marah."Apa
salahku?" Dia melotot sambil berkata:"Kenapa tidak kamu biarkan saja?
Apakah memakan dengan pring itu bisa membuatmu mati?"
Aku dan
nenek tidak bertegur sapa untuk waktu yg culup lama, suasana mejadi
kaku. Suamiku menjadi sangat kikuk, tidak tahu harus berpihak pada
siapa? Nenek tidak lagi membiarkan suamiku masuk ke dapur, setiap pagi
dia selalu bangun lebih pagi dan menyiapkan sarapan untuknya, suatu
kebahagiaan terpancar di wajahnya jika melihat suamiku makan dengan
lahap, dengan sinar mata yang seakan mencemohku sewaktu melihat padaku,
seakan berkata dimana tanggung jawabmu sebagai seorang istri? Demi
menjaga suasana pagi hari tidak terganggu, aku selalu membeli makanan
diluar pada saat berangkat kerja. Saat tidur, suami berkata:"Lu di,
apakah kamu merasa masakan ibu tidak enak dan tidak bersih sehingga kamu
tidak pernah makan di rumah?" sambil memunggungiku dia berkata tanpa
menghiraukan air mata yg mengalir di kedua belah pipiku.Dan dia akhirnya
berkata:"Anggaplah ini sebuah permintaanku, makanlah bersama kami
setiap pagi."Aku mengiyakannya dan kembali ke meja makan yg serba
canggung itu.
Pagi itu nenek memasak bubur, kami sedang makan
dan tiba-tiba ada suatu perasaan yg sangat mual menimpaku, seakan-akan
isi perut mau keluar semua.Aku menahannya sambil berlari ke kamar mandi,
sampai disana aku segera mengeluarkan semua isi perut. Setelah agak
reda, aku melihat suamiku berdiri didepan pintu kamar mandi dan
memandangku dengan sinar mata yg tajam, diluar sana terdengar suara
tangisan nenek dan berkata-kata dengan bahasa daerahnya. Aku terdiam dan
terbengong tanpa bisa berkata-kata. Sungguh bukan sengaja aku berbuat
demikian!.Pertama kali dalam perkawinanku, aku bertengkar hebat dengan
suamiku, nenek melihat kami dengan mata merah dan berjalan
menjauh……suamiku segera mengejarnya keluar rumah.
Menyambut
anggota baru tetapi dibayar dengan nyawa nenek. Selama 3 hari suamiku
tidak pulang ke rumah dan tidak juga meneleponku. Aku sangat kecewa,
semenjak kedatangan nenek di rumah ini, aku sudah banyak mengalah, mau
bagaimana lagi? Entah kenapa aku selalu merasa mual dan kehilangan nafsu
makan ditambah lagi dengan keadaan rumahku yang kacau, sungguh sangat
menyebalkan. Akhirnya teman sekerjaku berkata:"Lu Di, sebaiknya kamu
periksa ke dokter."Hasil pemeriksaan menyatakan aku sedang hamil. Aku
baru sadar mengapa aku mual-mual pagi itu. Sebuah berita gembira yg
terselip juga kesedihan. Mengapa suami dan nenek sebagai orang yg
berpengalaman tidak berpikir sampai sejauh itu?
Di pintu masuk
rumah sakit aku melihat suamiku, 3 hari tidak bertemu dia berubah
drastis, muka kusut kurang tidur, aku ingin segera berlalu tetapi rasa
iba membuatku tertegun dan memanggilnya. Dia melihat ke arahku tetapi
seakan akan tidak mengenaliku lagi, pandangan matanya penuh dengan
kebencian dan itu melukaiku. Aku berkata pada diriku sendiri, jangan
lagi melihatnya dan segera memanggil taksi. Padahal aku ingin
memberitahunya bahwa kami akan segera memiliki seorang anak. Dan
berharap aku akan diangkatnya tinggi-tinggi dan diputar-putar sampai aku
minta ampun tetapi..... mimpiku tidak menjadi kenyataan. Didalam taksi
air mataku mengalir dengan deras. Mengapa kesalah pahaman ini berakibat
sangat buruk?
Sampai di rumah aku berbaring di ranjang
memikirkan peristiwa tadi, memikirkan sinar matanya yg penuh dengan
kebencian, aku menangis dengan sedihnya. Tengah malam,aku mendengar
suara orang membuka laci, aku menyalakan lampu dan melihat dia dgn wajah
berlinang air mata sedang mengambil uang dan buku tabungannya. Aku
nenatapnya dengan dingin tanpa berkata-kata. Dia seperti tidak melihatku
saja dan segera berlalu. Sepertinya dia sudah memutuskan utk
meninggalkan aku. Sungguh lelaki yg sangat picik, dalam saat begini dia
masih bisa membedakan antara cinta dengan uang. Aku tersenyum sambil
menitikan air mata.
Aku tidak masuk kerja keesokan harinya, aku
ingin secepatnya membereskan masalah ini, aku akan membicarakan semua
masalah ini dan pergi mencarinya di kantornya.Di kantornya aku bertemu
dengan seketarisnya yg melihatku dengan wajah bingung."Ibunya pak
direktur baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas dan sedang berada di
rumah sakit. Mulutku terbuka lebar.Aku segera menuju rumah sakit dan
saat menemukannya, nenek sudah meninggal. Suamiku tidak pernah
menatapku, wajahnya kaku. Aku memandang jasad nenek yg terbujur kaku.
Sambil menangis aku menjerit dalam hati:"Tuhan, mengapa ini bisa
terjadi?"Sampai selesai upacara pemakaman, suamiku tidak pernah bertegur
sapa denganku, jika memandangku selalu dengan pandangan penuh dengan
kebencian.
Peristiwa kecelakaan itu aku juga tahu dari orang
lain, pagi itu nenek berjalan ke arah terminal, rupanya dia mau kembali
ke kampung. Suamiku mengejar sambil berlari, nenek juga berlari makin
cepat sampai tidak melihat sebuah bus yg datang ke arahnya dengan
kencang. Aku baru mengerti mengapa pandangan suamiku penuh dengan
kebencian. Jika aku tidak muntah pagi itu, jika kami tidak bertengkar,
jika........ ....dimatanya, akulah penyebab kematian nenek.
Suamiku pindah ke kamar nenek, setiap malam pulang kerja dengan badan
penuh dengan bau asap rokok dan alkohol. Aku merasa bersalah tetapi juga
merasa harga diriku terinjak-injak. Aku ingin menjelaskan bahwa semua
ini bukan salahku dan juga memberitahunya bahwa kami akan segera
mempunyai anak. Tetapi melihat sinar matanya, aku tidak pernah
menjelaskan masalah ini. Aku rela dipukul atau dimaki-maki olehnya
walaupun ini bukan salahku. Waktu berlalu dengan sangat lambat.Kami
hidup serumah tetapi seperti tidak mengenal satu sama lain. Dia pulang
makin larut malam. Suasana tegang didalam rumah.
Suatu hari,
aku berjalan melewati sebuah café, melalui keremangan lampu dan
kisi-kisi jendela, aku melihat suamiku dengan seorang wanita didalam.
Dia sedang menyibak rambut sang gadis dengan mesra. Aku tertegun dan
mengerti apa yg telah terjadi. Aku masuk kedalam dan berdiri di depan
mereka sambil menatap tajam kearahnya. Aku tidak menangis juga tidak
berkata apapun karena aku juga tidak tahu harus berkata apa. Sang gadis
melihatku dan ke arah suamiku dan segera hendak berlalu. Tetapi dicegah
oleh suamiku dan menatap kembali ke arahku dengan sinar mata yg tidak
kalah tajam dariku. Suara detak jangtungku terasa sangat keras, setiap
detak suara seperti suara menuju kematian.
Akhirnya aku
mengalah dan berlalu dari hadapan mereka, jika tidak.. mungkin aku akan
jatuh bersama bayiku dihadapan mereka.Malam itu dia tidak pulang ke
rumah. Seakan menjelaskan padaku apa yang telah terjadi. Sepeninggal
nenek, rajutan cinta kasih kami juga sepertinya telah berakhir. Dia
tidak kembali lagi ke rumah, kadang sewaktu pulang ke rumah, aku
mendapati lemari seperti bekas dibongkar. Aku tahu dia kembali mengambil
barang-barang keperluannya. Aku tidak ingin menelepon dia walaupun
kadang terbersit suatu keinginan untuk menjelaskan semua ini. Tetapi itu
tidak terjadi..... ...., semua berlalu begitu saja.
Aku mulai
hidup seorang diri, pergi check kandungan seorang diri. Setiap kali
melihat sepasang suami istri sedang check kandungan bersama, hati ini
serasa hancur. Teman-teman menyarankan agar aku membuang saja bayi ini,
tetapi aku seperti orang yg sedang histeris mempertahankan miliknya.
Hitung-hitung sebagai pembuktian kepada nenek bahwa aku tidak bersalah.
"Suatu hari pulang kerja,aku melihat dia duduk didepan ruang tamu.
Ruangan penuh dengan asap rokok dan ada selembar kertas diatas meja,
tidak perlu tanya aku juga tahu surat apa itu.2 bulan hidup sendiri, aku
sudah bisa mengontrol emosi. Sambil membuka mantel dan topi aku berkata
kepadanya:"" Tunggu sebentar, aku akan segera menanda tanganinya"" .Dia
melihatku dengan pandangan awut-awutan demikian juga aku. Aku berkata
pada diri sendiri, jangan menangis, jangan menangis. Mata ini terasa
sakit sekali tetapi aku terus bertahan agar air mata ini tidak keluar.
Selesai membuka mantel, aku berjalan ke arahnya dan ternyata dia
memperhatikan perutku yg agak membuncit. Sambil duduk di kursi, aku
menanda tangani surat itu dan menyodorkan kepadanya."" Lu Di, kamu
hamil?"" Semenjak nenek meninggal, itulah pertama kali dia berbicara
kepadaku. Aku tidak bisa lagi membendung air mataku yg menglir keluar
dengan derasnya. Aku menjawab:""Iya, tetapi tidak apa-apa. Kamu sudah
boleh pergi"".Dia tidak pergi, dalam keremangan ruangan kami saling
berpandangan. Perlahan-lahan dia membungkukan badannya ke tanganku, air
matanya terasa menembus lengan bajuku.Tetapi di lubuk hatiku, semua
sudah berlalu, banyak hal yg sudah pergi dan tidak bisa diambil kembali.
"Entah sudah berapa kali aku mendengar dia mengucapkan kata:"Maafkan
aku, maafkan aku". Aku pernah berpikir untuk memaafkannya tetapi tidak
bisa. Tatapan matanya di cafe itu tidak akan pernah aku lupakan.Cinta
diantara kami telah ada sebuah luka yg menganga. Semua ini adalah sebuah
akibat kesengajaan darinya.
Berharap dinding es itu akan
mencair, tetapi yang telah berlalu tidak akan pernah kembali.Hanya
sewaktu memikirkan bayiku, aku bisa bertahan untuk terus hidup.
Terhadapnya, hatiku dingin bagaikan es, tidak pernah menyentuh semua
makanan pembelian dia, tidak menerima semua hadiah pemberiannya tidak
juga berbicara lagi dengannya. Sejak menanda tangani surat itu, semua
cintaku padanya sudah berlalu, harapanku telah lenyap tidak berbekas.
Kadang dia mencoba masuk ke kamar untuk tidur bersamaku, aku segera
berlalu ke ruang tamu, dia terpaksa kembali ke kamar nenek. Malam hari,
terdengar suara orang mengerang dari kamar nenek tetapi aku tidak
perduli. Itu adalah permainan dia dari dulu. Jika aku tidak perduli
padanya, dia akan berpura-pura sakit sampai aku menghampirinya dan
bertanya apa yang sakit. Dia lalu akan memelukku sambil tertawa
terbahak-bahak. Dia lupa........ , itu adalah dulu, saat cintaku masih
membara, sekarang apa lagi yg aku miliki?
Begitu seterusnya,
setiap malam aku mendengar suara orang mengerang sampai anakku lahir.
Hampir setiap hari dia selalu membeli barang-barang perlengkapan bayi,
perlengkapan anak-anak dan buku-buku bacaan untuk anak-anak. Setumpuk
demi setumpuk sampai kamarnya penuh sesak dengan barang-barang. Aku tahu
dia mencoba menarik simpatiku tetapi aku tidak bergeming. Terpaksa dia
mengurung diri dalam kamar, malam hari dari kamarnya selalu terdengar
suara pencetan keyboard komputer. Mungkin dia lagi tergila-gila chatting
dan berpacaran di dunia maya pikirku. Bagiku itu bukan lagi suatu
masalah.
Suatu malam di musim semi, perutku tiba-tiba terasa
sangat sakit dan aku berteriak dengan suara yg keras. Dia segera berlari
masuk ke kamar, sepertinya dia tidak pernah tidur. Saat inilah yg
ditunggu-tunggu olehnya. Aku digendongnya dan berlari mencari taksi ke
rumah sakit. Sepanjang jalan, dia mengenggam dengan erat tanganku,
menghapus keringat dingin yg mengalir di dahiku. Sampai di rumah sakit,
aku segera digendongnya menuju ruang bersalin. Di punggungnya yg kurus
kering, aku terbaring dengan hangat dalam dekapannya. Sepanjang hidupku,
siapa lagi yg mencintaiku sedemikian rupa jika bukan dia?
Sampai dipintu ruang bersalin, dia memandangku dengan tatapan penuh
kasih sayang saat aku didorong menuju persalinan, sambil menahan sakit
aku masih sempat tersenyum padanya. Keluar dari ruang bersalin, dia
memandang aku dan anakku dengan wajah penuh dengan air mata sambil
tersenyum bahagia. Aku memegang tangannya, dia membalas memandangku
dengan bahagia, tersenyum dan menangis lalu terjerambab ke lantai. Aku
berteriak histeris memanggil namanya.
Setelah sadar, dia
tersenyum tetapi tidak bisa membuka matanya………aku pernah berpikir tidak
akan lagi meneteskan sebutir air matapun untuknya, tetapi kenyataannya
tidak demikian, aku tidak pernah merasakan sesakit saat ini. Kata
dokter, kanker hatinya sudah sampai pada stadium mematikan, bisa
bertahan sampai hari ini sudah merupakan sebuah mukjijat. Aku tanya
kapankah kanker itu terdeteksi? 5 bulan yg lalu kata dokter,
bersiap-siaplah menghadapi kemungkinan terburuk. Aku tidak lagi perduli
dengan nasehat perawat, aku segera pulang ke rumah dan ke kamar nenek
lalu menyalakan komputer.
Ternyata selama ini suara orang
mengerang adalah benar apa adanya, aku masih berpikir dia sedang
bersandiwara…………Sebuah surat yg sangat panjang ada di dalam komputer yg
ditujukan kepada anak kami."Anakku, demi dirimu aku terus bertahan,
sampai aku bisa melihatmu. Itu adalah harapanku. Aku tahu dalam hidup
ini, kita akan menghadapi semua bentuk kebahagiaan dan kekecewaan,
sungguh bahagia jika aku bisa melaluinya bersamamu tetapi ayah tidak
mempunyai kesempatan untuk itu. Didalam komputer ini, ayah mencoba
memberikan saran dan nasehat terhadap segala kemungkinan hidup yg akan
kamu hadapi. Kamu boleh mempertimbangkan saran ayah. """Anakku, selesai
menulis surat ini, ayah merasa telah menemanimu hidup selama bertahun
-tahun. Ayah sungguh bahagia. Cintailah ibumu, dia sungguh menderita,
dia adalah orang yg paling mencintaimu dan adalah orang yg paling ayah
cintai"".
Mulai dari kejadian yg mungkin akan terjadi sejak TK,
SD, SMP, SMA sampai kuliah, semua tertulis dengan lengkap didalamnya.
Dia juga menulis sebuah surat untukku.
""Kasihku, dapat
menikahimu adalah hal yg paling bahagia aku rasakan dalam hidup ini.
Maafkan salahku, maafkan aku tidak pernah memberitahumu tentang
penyakitku. Aku tidak mau kesehatan bayi kita terganggu oleh karenanya.
Kasihku, jika engkau menangis sewaktu membaca surat ini, berarti kau
telah memaafkan aku. Terima kasih atas cintamu padaku selama ini.
Hadiah-hadiah ini aku tidak punya kesempatan untuk memberikannya pada
anak kita. Pada bungkusan hadiah tertulis semua tahun pemberian
padanya""."
Kembali ke rumah sakit, suamiku masih terbaring
lemah. Aku menggendong anak kami dan membaringkannya diatas dadanya
sambil berkata: "Sayang, bukalah matamu sebentar saja, lihatlah anak
kita. Aku mau dia merasakan kasih sayang dan hangatnya pelukan
ayahnya".Dengan susah payah dia membuka matanya, tersenyum... .........
..anak itu tetap dalam dekapannya, dengan tangannya yg mungil memegangi
tangan ayahnya yg kurus dan lemah. Tidak tahu aku sudah menjepret berapa
kali momen itu dengan kamera di tangan sambil berurai air mata........
......... ....
Segalanya telah terlambat...
Sahabat
"Dzikir Cinta" yg terkasih, saya sharing cerita ini kepada kalian, agar
kita semua bisa menyimak pesan dari cerita ini.Mungkin saat ini air mata
kalian sedang jatuh mengalir atau mata masih sembab sehabis menangis,
ingatlah pesan dari cerita ini :"Jika ada sesuatu yg mengganjal di hati
diantara kalian yg saling mengasihi, sebaiknya utarakanlah jangan simpan
didalam hati. Siapa tau apa yg akan terjadi besok? Ada sebuah
pertanyaan: Jika kita tahu besok adalah hari kiamat, apakah kita akan
menyesali semua hal yg telah kita perbuat? atau apa yg telah kita
ucapkan? Sebelum segalanya menjadi terlambat, pikirlah matang2 semua yg
akan kita lakukan sebelum kita menyesalinya seumur hidup.
Wallahua’lam bish Shawwab ....
BY MAS WID