Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...
Islam telah membimbing kita dalam
membangun rumah tangga, dimulai dari memilih pasangan hidup. Islam
mengikat suami istri dalam ikatan kokoh, menentukan hak dan kewajiban,
serta mewajibkan mereka menjaga buah pernikahan ini. Islam juga
mengantisipasi segala problema yang dapat menghadang kehidupan rumah
tangga secara tepat. Itulah kesempurnaan islam yang sangat indah.
Pernikahan! Kata itu sangat indah didengar tetapi keindahan di dalamnya
harus serta-merta dibarengi dengan persiapan. Pernikahan berarti
mempertemukan kepentingan-kepentingan dua individu dan bukan
mempertentangkannya.
Ketika biduk rumah tangga telah berlayar,
apa saja yang bisa anda lakukan di dalamnya? Hari berlalu, pekan
berlalu, bergantilah bulan.
Kehidupan rumah tangga tak semuanya
bisa dirasionalkan begitu saja, terkadang memerlukan proses kontemplasi
yang rumit, memahami dunia baru, memahami suasana jiwa, logika,
psikologis dan fisiologis yang bergulir bersama di dalam kehidupan rumah
tangga.
Menikah adalah pilihan sadar setiap laki-laki dan
perempuan dalam Islam. Seorang laki-laki berhak menentukan pasangan
hidup sebagaimana perempuan. Jika kemudian sepasang laki-laki dan
perempuan memutuskan untuk saling menerima dan sepakat melangsungkan
pernikahan, atas alasan apakah satu pihak merasa terpaksa berada di
samping pasangan hidupnya setelah resmi berumah tangga??!! Sebelum
terjadinya akad nikah, pilihan masih terbuka lebar, akan tetapi setelah
adanya akad nikah, adalah sebuah pengkhianatan terhadap makna akad itu
sendiri apabila satu pihak senantiasa mencari-cari keburukan dan
kesalahan pasangannya dengan merasa benar dan bersih sendiri. Tentunya
hal tersebut merupakan salah satu bentuk penyucian diri, terlebih lagi
tindakannya tersebut akan menumbuhkan benih-benih kebencian dalam hati
terhadap seseorang yang telah menjadi pilihannya. Allah ta’ala
berfirman:
“Janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS. An Najm: 32).
“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah, karena walaupun
dirinya membenci salah satu perangainya, tentulah akan ada perangai lain
yang disukainya.” (HR. Muslim)
Terlebih dahulu. Karena tujuan
kita menikah adalah ibadah, mengabdi pada Allah dan mencapai
keridhoan-Nya. Sedangkan hasil akhir dari ibadah itu sendiri adalah
mencapai tingkat ketakwaan atau pemeliharaan diri dari segala
kemaksiatan, yang akan membawa pemiliknya merengkuh ridho Allah.
Berbagai upaya akan ditempuh oleh orang yang ingin mencapai derajat
ketakwaan, tidak terkecuali melalui pernikahan. Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
“Bertakwalah kamu dimanapun kamu berada,
bila kamu berbuat kejahatan, segera iringi dengan perbuatan baik,
sehingga dosamu terhapus, lalu pergaulilah manusia dengan akhlaq yang
baik.” (HR. Tirmidzi)
Setiap pasangan hendaknya merenungkan
bahwasanya ketika mereka menikah, mereka tinggal menyempurnakan
“setengah ketakwaan”, apakah “setengah ketakwaan” yang telah
dianugerahkan Allah kepada mereka hendak disia-siakan?
Mari
kita belajar membentuk bahtera rumah tangga yang mampu berlayar
merengkuh keridhoaan-Nya. Bertakwalah kepada Allah dalam setiap
mengambil keputusan dan bersabarlah menghadapi kekurangan dan kelemahan
pasangan kita, karena tak ada manusia yang sempurna, teruslah
bermuhasabah diri. Mudah-mudahan dengan kesabaran kita, Allah akan
memudahkan dan memberikan kebahagiaan dalam rumah tangga kita. Teruslah
berusaha melaksanakan semua kewajiban yang Allah bebankan pada kita
dengan segala kemampuan dan kekuatan yang ada, Allah-lah sumber kekuatan
kita, dengan mengharap ridha-Nya dan cinta-Nya. Berjanjilah, mulai hari
ini, bahwa keindahan hidup rumah tangga pada mulanya berasal dari
kesadaran anda akan janji besar ini! Dengan demikian, semoga kita
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Semoga Allah mengumpulkan kita dengan pasangan beserta anak-anak kita dalam jannah-Nya. Aamiin.
Wallahu’alam bishshawab, ..
BY MAS WIDD